Pemerintah Diminta Tetapkan Harga Dasar Komoditas Sawit

Selasa, 30 Agustus 2022 – 06:23 WIB
Kelapa sawit. Ilustrasi. Foto. Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional.

Pemerintah melihat industri sawit yang berkelanjutan dan juga menyejahterakan petaninya.

BACA JUGA: Pacu Produksi CPO, PGUN Bakal Tambah Lahan Sawit 2.000 Hektare

“Perpanjangan Tarif PE sebesar US$0 dimaksudkan untuk menjaga momentum saat ini, di mana harga Crude Palm Oil (CPO) mulai stabil, harga minyak goreng mulai turun, dan harga tandan buah segar (TBS) yang mulai meningkat sehingga membuat petani atau pekebun mulai merasakan manfaatnya,” ungkap Airlangga, yang juga Ketua Umum Partai Golkar ini, kemarin.

Dalam rapat Komite Pengarah (Komrah) BPDPKS pada Minggu (28/8), diperoleh keputusan yang telah menyetujui lima hal yakni Perpanjangan Tarif Pungutan Ekspor (PE) sebesar US$0 untuk semua produk sampai 31 Oktober 2022, Penambahan Alokasi Biodiesel Tahun 2022, Pembangunan Pabrik Minyak Makan Merah (3M), Dukungan Percepatan Peningkatan Sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO), dan Percepatan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR).

BACA JUGA: Makin Meroket, Simak Harga TBS Sawit Terbaru di Riau

Namun, Direktur Eksekutif Sawit Watch Achmad Surambo mengatakan tidak semua petani menikmati keuntungan dari PE 0 persen ini.

“Ada hubungan dengan tarif-tarif ini, tetapi tidak 100 persen, karena harga sawit ditentukan harga penetapan,” kata Achmad.

BACA JUGA: Manfaatkan Limbah Sawit, Sandiaga Uno Buka Lapangan Kerja Baru di Riau

Dalam pertanian Sawit, harga Tandan Buah Segar (TBS) ditentukan oleh Pemda. Dalam model seperti ini, petani swadaya paling rentan, dan akan sulit mendapatkan harga TBS yang layak.

Untuk itu, agar petani sawit lebih sejahtera, Achmad mengusulkan diberlakukan harga dasar di samping harga penetapan.

“Mencontoh komoditas lain, seperti padi misalnya, ada harga dasar yang disusun dari komponen produksi. Bisa gunakan harga dasar mendampingi harga penetapan,” kata Achmad.

Kenyataanya harga penetapan TBS di tiap daerah berbeda, namun jika ada harga dasar artinya ada patokan yang layak bagi petani.

Bicara soal pemerintah pusat dan daerah, Achman menyoroti kurangnya sinergi dan implementasi dari Inpres Nomor 6 Tahun 2019 tentang  Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024.

Dalam catatannya, dari 25 provinsi yang memiliki tutupan sawit, hanya 9 provinsi yang sudah menurunkan menjadi Perda.

“Aksi nasional lebih integratif, sayangnya di daerah, baru beberapa provinsi saja yang mengikuti lima komponen dalam Inpres tersebut,“ ujar Achmad.

Selama ini, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah dinilai masih rendah, sehingga program sawit nasional belum dilaksanakan di daerah, belum disosialisasikan dan bermanfaat bagi petani.

Sebelumnya, pemerintah melalui Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) berkomitmen mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional.

Peremajaan Sawit Rakyat

Direktur Riset CORE Indonesia Piter Abdullah Redjalam, dari lima komitmem pemerintah untuk mendukung sektor perkebunan kelapa sawit sebagai salah satu komoditas strategis nasional, yang harus ditekankan adalah percepatan Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Program itu akan mendukung peningkatan kesejahteraan petani sawit sekaligus berkontribusi terhadap perekonomian nasional.

“Saya kira komitmen yang paling utama harus dikawal untuk mendukung kesejahteraan petani sawit adalah Program Peremajaan Sawit Rakyat," kata Piter.

Piter menegaskan selama ini program tersebut kurang maksimal dan belum mampu diwujudkan oleh pemerintah.

“Selama ini, peremajaan ini yang paling tidak berjalan. Belum terwujudkan oleh BPDPKS," ungkapnya.

Dia berharap program PSR akan bisa diwujudkan seiring pernyataan komitmen pemerintah dalam mendukung sektor perkebunan kelapa sawit.

“Semoga komitmen yang kali ini benar-benar akan diwujudkan," tegas Piter.

Piter menekankan pentingnya mewujudkan kebijakan lain dalam mendukung perekonomian nasional.

“Komitmen lain seperti fee ekspor nol rupiah, alokasi biodiesel, juga berpengaruh kepada perekonomian nasional,” kata Piter.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler