Pemerintah Diminta Tolak Permintaan Maaf Belanda

Rabu, 04 September 2013 – 20:54 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Sejarahwan LIPI Anhar Gonggong mengimbau Pemerintah RI menolak permintaan maaf dari Belanda terkait peristiwa genosida yang dilakukan tentara Belanda di Sulawesi dipimpin Raymond Pierre Paul Westerling saat agresi Belanda tahun 1945 hingga 1950.

Sepanjang bangsa ini masih dianggap inlander, Anhar mengimbau agar Indonesia tidak perlu berbaik-baik dengan Belanda.

BACA JUGA: PBNU Ogah Komentari Sikap SDA Tinggalkan Masjid

"Permintaan maaf dari Pemerintahan Belanda tidak akan menyelesaikan masalah. Kecuali Belanda memenuhi syarat penting lainnya, yakni akui Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 dan baru menyampaikan permintaan maaf atas pembunuhan massal yang dilakukan Westerling di Sulawesi dan daerah lainnya dalam kurun waktu tahun 1945 hingga 1950," kata Anhar Gonggong, di gedung DPD, Senayan Jakarta, Rabu (4/9).

Selama dua hal tersebut tidak diakui lanjutnya, sebagai ahli waris korban, Anhar Gonggong tidak akan pernah menerima permintaan maaf tersebut. "Termasuk kompensasi dana yang dijanjikan Pemerintah Belanda sebesar 20 ribu Euro bagi 10 ahli waris korban kekejaman Westerling," tegasnya.

BACA JUGA: Pengurus DPD PDIP Boleh Usulkan Nama Capres di Rakernas

Berapa pun besarnya uang yang diberikan, menurut Anhar Gonggong tidak akan bisa menggantikan nyawa yang dihilangkan secara paksa melalui pembunuhan keji itu.

"Keluarga saya yang terbanyak disiksa hingga mati oleh Westerling di Sulawesi Selatan. Dari penelusuran sejarah, saya menemukan bahwa tindakan keji Westerling itu direstui oleh Pangeran Belanda Bernhard," ungkapnya.

BACA JUGA: Angel Lelga Ingin Dongkrak Partai Islam

Diceritakannya, Westerling secara sengaja ditugasi ke Sulawesi Selatan untuk menumpas gerakan sejumlah tokoh masyarakat Sulawesi Selatan yang menolak keinginan Belanda menjadikan Sulawesi sebagai Negara Indonesia Timur.

"Keinginan Belanda itu mendapat perlawanan sangat kencang dari rakyat Sulawesi Selatan. Belanda menyikapi dengan teror maka Weterling dikirim untuk melakukan teror. Caranya membunuh massal dan kejam. Termasuk membunuh ibu-ibu hamil," ujar Anhar.

Diceritakan, proses pembunuhan sangat keji. Masyarakat suatu kecamatan dikumpulkan paling sedikit 200 orang dan disuruh menggali lobang. Lalu ditanyakan dimana para tokoh penentang berdirinya Negara Indonesia Timur berada. "Karena tidak ada yang mau memberi tahu, maka Westerling langsung menyiksa hingga mati dan dimasukan ke lobang yang sudah digali sebelumnya," jelas Anhar.

Dalam konteks ini, Anhar menyebut yang pahlawan itu sesungguhnya bukan para tokoh penentang berdirinya Negara Indonesia Timur, tapi masyarakat yang dibunuh Westerling itu. "Kalau saja masyarakat itu memberi tahu dimana para tokoh itu bersembunyi, habis juga mereka," kata dia. (fas/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... BPK Siapkan Audit Investigatif di SKK Migas


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler