Pemerintah Dinilai Panik Hadapi Harga BBM

Selasa, 06 Maret 2012 – 16:07 WIB
JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Partai Gerindra, Sadar Subagyo mengatakan, fenomena gejolak harga minyak dunia sesungguhnya bukan sesuatu yang luar biasa. Sadar Subagyo menilai, yang luar biasa itu justru respon pemerintah.

"Tidak ada sesuatu yang luar biasa dari fenomena naiknya harga minyak dunia. Yang luar biasa itu justru cara pemerintah Indonesia menyikapinya. Kesan saya, pemerintah panik hingga rakyat yang menanggung beban," kata Sadar Subagyo, di gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (6/3).

Selain terkesan panik, menurut anggota Komisi XI DPR itu, silih bergantinya pemerintahan ternyata tidak satu pun rezim pemerintahan berkuasa berusaha merumuskan solusi optimal dan permanen terhadap hak rayat akan BBM.

"Berbagai kebijakan BBM atau bahkan energi terkesan sesaat untuk jangka pendek. Bahkan yang lebih mengecewakan rakyat, BBM malah dijadikan sebagai alat untuk membangun citra politik," ungkap Sadar.

Padahal, kalau saja pemerintah mau sedikit kreatif, untuk menghadapi gejolak harga BBM saat ini masih ada cara yang lebih rasional untuk ditempuh, yakni pangkas belanja birokrasi yang terlalu besar.

"Telah terjadi kenaikan 400 persen anggaran untuk belanja birokrasi yang dalam tahun 2005 sebesar Rp187 triliun dan tahun 2012 ini menjadi Rp733 triliun," tegas Sadar.

Sementara dalam kurun waktu yang sama subsidi BBM yang dialokasikan dalam APBN hanya sebesar 29 persen saja. "Pada 2005, alokasi APBN untuk subsidi BBM adalah Rp95,6 triliun dan pada tahun 2012, alokasi itu menjadi sebesar Rp123,6 triliun," ungkapnya.

Karena itu, imbuh dia, pemerintah seharusnya mengefisienkan belanja birokrasi ketimbang mencabut subsidi BBM untuk rakyat.

Lebih lanjut, Sadar juga mengkritisi daya serap anggaran birokrasi yang hanya 94 persen saja. Kalau penghematan pos belanja birokrasi dilakukan, itu sudah cukup untuk menutupi beban subsidi BBM saat ini.

"Salah satu langkah bijak untuk memenuhi rasa keadilan dan kepantasan adalah dengan mengalokasikan minimum setara 17 persen dari belanja birokrasi untuk subsidi BBM dalam APBN," ujarnya.

Patokan 17 persen dari belanja birokrasi ini juga ditujukan untuk mengontrol laju belanja birokrasi yang tidak efisien itu.

"Efisiensi belanja birokrasi sebesar 6 persen saja sudah sangat mencukupi untuk menambal beban subsidi BBM yang terus membengkak. Dengan opsi menaikan harga BBM bersubsidi sebesar Rp1500, maka hanya dihasilkan tambahan alokasi sebesar Rp60 triliun. Sementara dengan efisiensi 6 persen dari total belanja birokrasi, masih ada sisa Rp26 triliun," pungkasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Krisis, Harga Daging Segar Bakal Melonjak

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler