jpnn.com - JAKARTA - Pakar hukum tata negara Margarito Kamis menilai, pernyataan Menko Kesra Agung Laksono yang menyebut bahwa pemerintah akan meratifikasi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) sementara Presiden SBY sendiri belum memberi sinyal menjadi bukti pemerintah tidak kompak.
Menurut Margarito, pernyataan Menko Kesra itu sudah melebihi kewenangannya. Pasalnya, urusan ratifikasi FCTC bukan berada di bawah kementeriannya. "Menko Kesra tidak bisa mengambil prakarsa dan tidak ada kewenangan, urusan ratifikasi itu mutlak ada di tangan Presiden," tegas Margarito kepada wartawan, Rabu (6/11).
BACA JUGA: Adiguna Sutowo Terancam Dipanggil Paksa
Ditambahkan, pernyataan Agung Laksono itu juga bisa dinilai menguntungkan pihak lain yang proratifikasi dan tidak memperhatikan keberatan dari pengusaha dan petani di berbagai daerah. "Pernyataan itu bisa dikategorikan salah secara konstitusional, dan menjadi bukti pemerintah tidak kompak," tandas dia.
Sikap Agung itu juga disinyalir lantaran ada tekanan asing yang memang terus mendorong agar industri rokok terutama rokok kretek gulung tikar. "Dalam kasus ini jelas ada tekanan asing. Jika pemerintah menandatangi maka pemerintah jadi diri budak regulasi asing," tegasnya.
BACA JUGA: Lalu Wildan Dicecar Perihal Rapat Penambahan Anggaran
Pemerintah sebelum memutuskan meneken ratifikasi harus benar-benar menghitung aspek-aspek yang melemahkan merugikan petani dan pengusaha nasional. "Regulasi di luar negeri tak perlu harus selalu dituruti," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Nurtianto Wisnu meminta pemerintah mendengarkan berbagai masukan dari Kementerian lain seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan tentang dampak buruk jika FCTC diterapkan.
BACA JUGA: Aneh, LPSK Lindungi Tersangka Pemerkosa
"Sikap 5 kementerian yang menolak FCTC sudah tepat. Mereka berprinsip kebangsaan karena tidak serta merta mengikuti negara lain. Apalagi negara lain itu tidak punya petani cengkeh, tidak ada buruh, beda dengan Indonesia yang memiliki 20 juta petani cengkeh," tandasnya.
Dirinya yakin Presiden SBY akan lebih memperhatikan kepentingan keamanan nasional menjelang pemilu 2014 dan tahun politik ketimbang menyetujui ratifikasi seperti yang diharapkan oleh Kementerian Kesehatan.
"Ini tahun politik, Presiden pasti lebih mengedapankan soal keamanan nasional, jika dipaksakan ratifikasi FCTC di tahun politik, ada kerawanan sosial, banyak ekses dampak negatifnya jika diterapkan," tegas Wisnu.
Jika Kementerian Kesehatan tetap ngotot, ia menilai pimpinannya sudah tidak lagi memiliki rasa kebangsaan lagi ketimbang kementerian lain yang menolak FCTC. "Kementerian lain yang menolak sudah bagus, mereka menunjukkan nasionalisme," tandasnya.(fuz/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Pemilu 2014 Rawan Politik Uang dan Manipulasi Suara
Redaktur : Tim Redaksi