Pemerintah Dituntut Membersihkan Sektor Pendidikan dari Diskriminasi

Selasa, 02 Mei 2017 – 18:43 WIB
Siswa sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat dalam sebuah kegiatan di Monas, Jakarta Pusat. Foto: dokumen JPNN.Com

jpnn.com - Dunia pendidikan Indonesia masih belum lepas dari praktik diskriminasi. Mulai dari diskriminasi berbasis identitas gender, suku, ras sampai agama, bisa ditemukan di Nusantara.

Diskriminasi berbasis identitas gender dalam pendidikan formal masih kental ditemukan dalam buku pelajaran. Begitu pun proses belajar yang diskriminatif terhadap siswa perempuan.

BACA JUGA: Bupati Anas: Pelajar Harus Lebih Selektif Berselancar di Internet

"Pendidikan non formal untuk perempuan juga hanya diberikan untuk meningkatkan ketrampilan kerumahtanggaan," ujar Direktur Institut KAPAL Perempuan Misiyah dalam keterangan persnya, Selasa (2/5).

Sementara itu, lanjutnya, Diskriminasi bebasis agama ditemukan dalam proses belajar dan bahan ajar. Misalnya, kasus disusupkannya paham intoleransi dalam LKS pada tahun 2015.

BACA JUGA: Bercerita Dipaksa Buka Hijab, Aghnia Adzkia Bikin Heboh Dunia

Hasil penelitian Setara Institut juga menemukan 65 sekolah melakukan tindakan diskriminatif. Penelitian Wahid Institute 2014 dan penelitian LaKIP tahun 2011 membuktikan adanya dukungan guru dan pelajar terhadap tindakan pelaku perusakan dan penyegelan rumah ibadah.

Karena itu, dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, Institut KAPAL Perempuan menagih kewajiban pemerintah Indonesia.

"Kepada presiden dan wakil presiden Republik Indonesia untuk memenuhi janji politik menyelenggarakan pendidikan 12 tahun yang berkualitas dan tanpa biaya. Serta menerapkan nilai-nilai kesetaraan gender dan penghargaan terhadap keberagaman dalam pendidikan,” ujar Misiyah.

Untuk Kemendikbud dan Kemenag, KAPAL Perempuan menuntut penerapan nilai-nilai keadilan sosial, keadilan gender dan penghargaan terhadap kebinekaan dalam pendidikan.

Hal ini hanya bisa dilakukan dengan membenahi kurikulum, bahan ajar dan proses pembelajaran dalam pendidikan formal maupun non formal.

"Kami juga menuntut kementerian tegas memberikan sanksi hukum yang tegas kepada institusi-institusi pendidikan yang melanggar nilai-nilai kesetaraan gender, penghargaan terhadap kebhinekaan yang berdampak menyuburkan diskriminasi," lanjutnya.

Affirmative action bagi kelompok-kelompok marjinal, minoritas dan perempuan juga dinilai perlu diambil. Sehingga, hak mereka atas pendidikan bisa terpenuhi.

"Pembekalan kepada pihak-pihak yang terlibat dalam proses belajar mengajar, terutama guru, untuk meningkatkan kapasitas perspektifnya tentang HAM, hak asasi perempuan/keadilan gender dan kebinekaan, juga diperlukan," tambah Misiyah lagi. (dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler