jpnn.com, JAKARTA - Keputusan Komisi II DPR RI dan pemerintah untuk mengangkat honorer K2 usia maksimal 50 tahun menjadi PNS berdampak luas.
Pasalnya, keputusan tersebut hanya diberlakukan kepada Orang Asli Papua (OAP) sebagai perlakuan khusus atau afirmasi dalam pengisian formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) pertama kalinya di tiga provinsi baru hasil pemekaran Papua.
BACA JUGA: Ribuan Honorer Daerah Ini Jangan Cemas, Tak Jadi PPPK, Disiapkan Opsi Lain
Tiga provinsi baru hasil pemekaran Provinsi Papua, yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan.
Ketua Forum Komunikasi Honorer K2 Indonesia (FKK2I) Jawa Barat Iman Supriatna juga sangat menyesalkan pernyataan Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana yang mengusulkan seluruh honorer K2 di Papua diangkat saja menjadi PNS, karena jumlahnya tinggal sedikit.
BACA JUGA: Formasi PPPK 2022: Honorer Tendik Gundah, Merasa Tak Punya Harapan Lagi, Ya Ampun
"Kami sangat tidak setuju dengan pernyataan kepala BKN terkait pengangkatan honorer K2 yang hanya diperuntukan untuk satu wilayah Papua. Itu sangat menyakitki para honorer di Indonesia," tutur Iman kepada JPNN.com, Rabu (6/7).
Memang, kata Iman, dalam raker itu bukan hanya kepala BKN yang mengusulkan hal tersebut.
BACA JUGA: 5 Pernyataan Blak-blakan Dewi Perssik, Angga Wijaya Menangis, Silakan Fokus Poin 3
Dia hanya heran, mengapa BKN yang sudah tahu asal usul honorer K2 tidak memberikan kebijakan serupa untuk daerah lain.
Iman menyebutkan, bisa dilihat di database BKN jumlah honorer K2 tinggal sedikit.
Kalau pemerintah mau menyelesaikan masalah pegawai non-Aparatur Sipil Negara (non-ASN) seharusnya honorer K2 diselesaikan dahulu.
"Mohon diingat, honorer K2 tersebar di seluruh daerah dan instansi. Bukan hanya di Papua," tegasnya.
Saat ini lanjut Iman, dengan adanya SE MenPAN-RB tentang Status Kepegawaian di Lingkungan Instansi Pusat dan Daerah, menjadi alasan Pemda melakukan penghapusan honorer. Ironisnya, honorer K2 juga dipecat dan digantikan dengan tenaga baru.
"Tolong, Pak Kepala BKN, selamatkan honorer K2 yang tersisa. Jangan hanya di Papua dengan alasan pemekaran," tegasnya.
Dia mempertanyakan, apakah harus ada pemekaran baru agar honorer K2 di daerah lain bisa menjadi PNS.
Iman mengingatkan bagaimana pemerintah menolak keras pengangkatan PNS di atas 35 tahun dan seleksi tanpa tes.
Faktanya, tahun ini pemerintah mengeluarkan dua kebijakan yang bertentangan dengan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pertama, mengangkat honorer K2 di 3 provinsi baru hasil pemekaran Papua menjadi PNS dengan batasan usia maksimal 50 tahun.
Kedua, pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) guru tanpa tes.
Kebijakan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) hanya untuk guru honorer K2 dan guru pegawai non-ASN di sekolah negeri yang terdaftar di data pokok pendidikan (Dapodik) minimal 3 tahun.
"Kami minta keadilan dengan berbagai kebijakan pemerintah ini yang akan menimbulkan permasalahan baru dan kecemburuan sosial makin tinggi," tegasnya.
Dalam raker Komisi II DPR RI dan MenPAN-RB ad interim Mahfud MD serta pejabat eselon 1 lintas instansi pada 28 Juni, disepakati honorer K2 orang asli Papua (OAP) maksimal 50 tahun diangkat menjadi PNS.
Mereka nantinya akan ditempatkan pada tiga provinsi baru, yaitu Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. (esy/jpnn)
Redaktur : Soetomo Samsu
Reporter : Mesyia Muhammad