Pemerintah Gelar Rapat Mendadak

Bahas Badai Krisis Finansial

Minggu, 05 Oktober 2008 – 07:52 WIB


JAKARTA - Badai krisis finansial global yang kian mengkhawatirkan membuat pemerintah Indonesia ketir-ketirPemerintah berencana menggelar rapat koordinasi membahas dampak krisis finansial global terhadap perekonomian domestik, Minggu (5/10)

BACA JUGA: Hingga H+2 Lebaran, 360 Nyawa Melayang di Jalan


Pelaksana Tugas Menko Perekonomian yang juga Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan memberikan brifing tentang Perkembangan Terkini Krisis Keuangan Dunia dan Dampak pada Ekonomi dan Keuangan serta APBN 2008/2009

Selain akan dihadiri menteri-menteri ekonomi dan pejabat Bank Indonesia (BI), Menko Polhukam dan Menko Kesra juga diundang dalam briefing tersebut

BACA JUGA: Tanpa Eyang, Cendana Sepi


Direktur Pengelolaan Surat Berharga Negara Departemen Keuangan Bhimantara Widyajala mengatakan pemerintah akan terus berkoordinasi dengan BI untuk menjaga agar dampak negatif krisis keuangan global terhadap perekonomian bisa diminimalkan dan terkendali.
‘’Dengan langkah-langkah antisipatif dan respons yang tepat dan terukur, saya optimistis kita dapat mengatasi dampak dari krisis keuangan global yang dipicu oleh subprime mortgage ini dengan baik," kata Bhimantara.
Bhimantara berpendapat, persetujuan bailout yang diberikan Kongres AS tentu memberikan sentimen positif
Namun seberapa besar dan lama dampak positif kebijakan ini terhadap pasar global secara umum dan pasar surat utang domestik secara khusus, masih harus melihat implementasi kebijakan ini

BACA JUGA: Amrozi Ingin Tambah Istri


Kerugian yang ditimbulkan dari krisis subprime mortgage ini sangat besar dan telah mengguncang sendi kepercayaan di pasar keuangan global"Sehingga memang harus ada langkah-langkah otoritas keuangan seluruh dunia yang dapat mengembalikan kepercayaan ini melalui tindakan yang cepat dan tepat," kata Bhimantara.
Chief Economist PT BNI Tbk Tony Prasentiantono mengemukakan, dana talangan saja tidak cukup kuat untuk menangani krisis finansial di ASApalagi, skema pencairan bailout juga multiyears
Menurut dia, besaran USD 700 miliar dinilai masih belum kuat untuk mengatasi dampak krisisSebagai ilustrasi, mortgage loan di AS bernilai USD 10,6 triliun, di mana USD 1,5 triliun adalah subprime mortgagePDB AS saat ini adalah USD 14 triliun”Jadi, memang ada kerugian apakah itu cukup atau tidak.”
Hal itulah yang membuat respons investor justru paradoks dengan persetujuan dari DPR ASTerbukti, Wall Street justru memerah, demikian pula dengan bursa kawasan”Bailout memang semestinya direspons positif oleh pelaku bursaNamun, pasar juga masih ragu-ragu, karena bailout tersebut hanya merupakan komitmen awal dari berbagai langkah selanjutnya yang harus dilakukan pemerintah AS,” terang TonyBailout ini dilakukan dalam tiga tahunPadahal, selama tiga tahun ke depan, banyak hal bisa terjadi
Selanjutnya, sambung dia, yang akan ditunggu investor adalah aksi apa yang akan dilakukan TARP (Troubled Assets Relief Program), semacam BPPN-nya AS”TARP harus melakukan restrukturisasi kredit macet, dan juga berusaha mendivestasikannya ke investor lain, baik domestik maupun asing, seperti sovereign wealth fund.”
Selain itu, instrumen suku bunga mesti dimainkanMenurut Tony, suku bunga The Fed yang saat ini di posisi 2 persen mesti diturunkan untuk mengurangi tekanan kredit macet”Begitu pula BI rate setidaknya dipertahankan agar likuiditas di pasar tidak semakin ketat,” tuturnya
Meski demikian, sektor finansial dalam negeri bisa dikatakan relatif aman dari terjangan krisis finansial di ASPakar investasi Roy Sembel mengatakan, sektor finansial dalam negeri masih cukup aman dari badai finansial globalSebab, industri keuangan Indonesia belum sematang negara-negara maju lainnya”Kita hanya perlu menguatkan manajemen risikonya,” ujar Chief Research Officer  (CRO) Research Center for Capital Price itu.
Menurut dia, sektor finansial Indonesia saat ini sudah menuju tahap pemulihan total dari empasan krisis 1997-1998Sehingga, lembaga keuangan di tanah air belum seberapa masif berekspansi ke luar negeri setelah merestrukturisasi dirinya pascakrisis 1997-1998Produk derivatif juga belum banyak berkembang”Karena itu, tidak ada keterkaitan secara langsung dengan krisis finansial globalApalagi, fundamental perekonomian kita sudah jauh lebih kuatSektor perbankan kita jauh lebih mapanManajemen risikonya sudah berhasil,” terangnya.
”Bank-bank kita juga tidak punya exposure di lembaga-lembaga keuangan yang kolaps, seperti Lehman Brothers, Merrill Lynch, Washington Mutual, dan AIG,” imbuhnya.
Para bankir papan atas juga sudah menyatakan bahwa perbankan nasional akan amanSalah satu bank lokal yang mempunyai portofolio di Lehman Brothers adalah PT Bank Negara Indonesia TbkBank beraset Rp 174 triliun itu memegang surat utang bank investasi terbesar keempat di AS tersebut sebesar USD 7,8 juta (sekira Rp 72 miliar)Namun, Dirut BNI Gatot MSuwondo saat berlebaran di kediaman Menkeu kemarin menyatakan, BNI kemungkinan akan menghapus aset tersebut karena potential lost-nya memang sangat kecil
Otoritas bursa juga sudah mencermati secara detail dampak-dampak krisis global”Kami sudah cermatiKami lihat dalam perdagangan pembukaan besok (6/10),” ujar Dirut BEI Erry Firmansyah
Sebagai antisipasi, otoritas bursa juga sudah melarang aktivitas short selling”Jadi, tidak ada itu short selling,” kata Erry.  Pelarangan akan dimulai sejak pembukaan perdagangan besok (6/10)BEI tidak akan menerbitkan daftar saham yang dapat ditransaksikan dalam posisi short pada Oktober iniArtinya, daftar saham yang dapat ditransaksikan dengan pembiayaan penyelesaian transaksi efek oleh perusahaan efek bagi nasabah yang mengakibatkan posisi short akan ditahan terlebih dahuluBapepam-LK juga akan memerika para pelaku pasar yang mempraktikkan naked short-selling.
Ketua Komite Tetap Fiskal dan Moneter Kadin Indonesia Bambang Soesatyo berpendapat persetujuan DPR dan Senat AS atas paket penyelamatan sektor finansial AS belum menjamin pemulihan krisis dalam waktu singkatIni karena AS masih dibayangi peningkatan jumlah pengangguran akibat PHK besar-besaran yang dilakukan perusahaan-perusahaan kakap di negeri paman Sam itu"Itu menjadi ancaman bagi eksporter kita, karena cepat atau lambat akan terjadi peninjauan kontrak-kontrak yang ada," kata Bambang kemarin.(sof/eri/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Open House, Kalla Terbang ke Prancis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler