jpnn.com - JAKARTA--Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menggandeng instansi terkait untuk menyusun kebijakan penggunaan mobil listrik. Kepala Subdirektorat Bina Keselamatan Angkutan Umum Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Karlo Manik mengatakan, pihaknya tengah menyusun ketentuan persyaratan untuk mobil listrik.
“Untuk detail persyaratan, sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang konvensional," ujarnya di Jakarta, Rabu (24/2).
BACA JUGA: Pemerintah Bidik Korea Selatan untuk Investasi Konstruksi
Menurut Karlo, meskipun persyaratannya hampir sama dengan produk mobil konvensional, namun ada beberapa butir persyaratan khusus yang akan diterapkan ke mobil listrik. Ini demi menjaga aspek keselamatan. "Jadi mungkin ada yang kami kurangi, misalnya uji emisi untuk mobil listrik tidak ada. Tapi mungkin suaranya harus ada. Apakah kami akan tambah persyaratan noise-nya harus ada, supaya orang tahu kalau ada mobil listrik yang melintas," paparnya.
Sementara itu, Ketua Tim Mobil Listrik Nasional (Molina) dari Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Muhammad Nur Yuniarto mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai riset yang dibutuhkan untuk pengembangan mobil listrik di Indonesia. Beberapa komponen yang dihasilkan bisa dimanfaatkan para pelaku industri.
BACA JUGA: Industri Hulu Petrokimia Sangat Mendesak
"Jadi riset memang tugasnya perguruan tinggi, tinggal bagaimana hasil ini bisa dimanfaatkan oleh pihak industri. Semua hasil penelitian perguruan tinggi itu milik negara, tinggal dimanfaatkan saja," ucapnya.
Ia menjelaskan, proyek pembuatan komponen mobil listrik tersebut dari pembiayaan Kementrian Riset dan Teknologi. "Beberapa perguruan tinggi ikut serta di tempatnya masing-masing seperti ITB, UI, dan UNS. Tahun lalu kami dapatkan dana dari LPDP," ujarnya.
BACA JUGA: Coming Soon! Paket Kebijakan Ekonomi XI
Nur menyampaikan, saat ini mobil listrik tersebut sudah diujicoba dengan perjalanan dari Surabaya ke Jakarta. Sekali charge selama empat jam, mobil listrik bisa melaju sepanjang 100 km. Jika teknologinya sudah sempurna, kata Nur, mobil listrik ini bisa mengefisienkan biaya operasional.
"Berdasarkan perbandingan untuk mobil listrik menghabiskan biaya operasional USD 5.200, Hybrid sebanyak USD 9.000, dan Konvensional USD 9.000," tuturnya.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengembang Kendaraan Listik Bermerek Nasional (Apklibernas) Sukotjo Herupramono mengatakan, peran pemerintah sangat besar dalam mendorong para pelaku industri otomotif nasional untuk memproduksi mobil listrik
“Ada beberapa hal yang perlu dipersiapkan supaya proyek mobil listrik bermerek nasional bisa berjalan di Indonesia. Misalnya, harus dibuat roadmap yang jelas, dalam hal ini peran Kementerian Perindustrian. Di dalamnya, terdapat ketentuan seperti arah pengembangan dan waktu yang ditargetkan,” paparnya.
Selanjutnya, kata Sukotjo, pemerintah juga harus mengatur pasar mobil listrik di Indonesia. “Tuntutan kami sebagai prinsipal nasional, adalah meminta pasar dengan tenaga motor listrik 75 kWh ke bawah supaya tidak disentuh pihak asing,” ujarnya.
Saat ini, Kemenperin telah membuat langkah strategis yang disebut triplex helix, merupakan kolaborasi antara pemerintah dengan asosiasi industri dan akademisi. “Bila perlu kerja sama yang selama ini sudah terjalin dapat terus diperkuat dalam pelaksanaan development bersama,” ujar Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan.
Putu juga memastikan, pihaknya siap memfasilitasi pembetukan engineering center. “Kita harus berbagi peran agar bisa saling mengisi. Misalnya ada institusi yang fokus pada pengembangan battery, fmotor atau fokus pada charging station, dan lain-lain,” pungkasnya. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... MEA Pertajam Persaingan Industri Pelumas Domestik
Redaktur : Tim Redaksi