Pemerintah Harus Bersinergi Mengawal Implementasi Otsus Papua

Kamis, 18 November 2021 – 21:58 WIB
Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma. Foto: Humas DPD RI

jpnn.com, JAKARTA - Senator Papua Barat Dr. Filep Wamafma meminta kepada pemerintah pusat hingga pemerintah daerah di Provinsi Papua dan Papua Barat harus bersinergi untuk mengawal implementasi UU Otsus Papua.

“UU Otsus harus berjalan efektif pada tahun 2022 mendatang,” ujar Filep Wamafma dalam keterangan pers pada Kamis (18/11/2021).

BACA JUGA: Bahas PP UU Otsus Papua, Wapres Memanggil Mendagri Tito Karnavian

Filep mengingatkan pemerintah pusat maupun Pemda harus memastikan implementasi UU Otsus dapat menjawab kebutuhan masyarakat terutama Orang Asli Papua (OAP).

“Pasca disahkan, kehadiran undang-undang ini diharapkan memberikan jaminan baik dalam tata kelola pemerintahan maupun kebijakan afirmasi-afirmasi kepada orang asli Papua, masyarakat adat di Papua sebagai salah satu subjek paling utama dalam konteks Otonomi Khusus,” ujar Filep, akhir pekan lalu.

BACA JUGA: Orang Asli Papua Termarginal di BP Tangguh, Senator Filep Wamafma Merespons Begini

Lebih lanjut, Wakil Ketua I Komite I DPD RI ini menyampaikan terdapat tiga hal substansial yanag harus segera dilaksanakan oleh pemerintah.

Pertama, perencanaan anggaran harus berbasis otonomi khusus. Menurut Filep, kementerian keuangan, pemerintah daerah dan jajarannya harus melakukan skema baru terkait pengalokasian anggaran dana otonomi khusus baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.

BACA JUGA: Senator Filep Tanggapi Gugatan Perdata Luhut ke Haris Azhar & Fatia

Dia menjelaskan perencanaan anggaran Otsus untuk pendidikan diharapkan mulai berlaku tahun ajaran baru tahun 2022. “Tidak ada lagi orang asli Papua yang menempuh pendidikan tetapi terbebani biaya,” kata Filep.

Kedua, jaminan kesehatan. Menurut Filep, pemerintah harus menjamin kesehatan orang asli Papua dengan memberikan dukungan dan membebaskan dari segala macam biaya kesehatan.

“Perencanaan anggaran Otsus sudah seharusnya dipahami oleh SKPD-SKPD terkait termasuk kebijakan tata kelola dana kesehatan bagi orang asli Papua,” ujarnya.

Ketiga, pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) migas untuk Papua Barat yakni bagi 7 suku di teluk Bintuni.

Menurut Senator Filep, masyarakat adat 7 suku di Teluk Bintuni adalah pihak yang memperoleh hak berdasarkan amanat undang-undang dan amanat Peraturan Pemerintah bahwa 10 persen dari hasil migas diperuntukkan bagi masyarakat adat.

Dia menegaskan pemerintah seyogyanya dapat bergerak cepat melaksanakan amanat UU sehingga tidak selalu reaktif hingga masyarakat yang bergerak menuntut haknya dipenuhi.

“Untuk Migas ini hanya berada di Provinsi Papua Barat dan ada di Kabupaten teluk Bintuni maka tentu pemerintah daerah dan pemerintah provinsi termasuk SKPD terkait sudah harus bergerak cepat,” ujar dia.

Oleh sebab itu, Filep meminta segera disiapkan perangkat-perangkat yang dibutuhkan sehingga pada tahun 2022 hak-hak masyarakat adat 7 Suku segera terpenuhi.

Filep juga menjelaskan DBH Migas 7 Suku Bintuni tersebut berbeda dengan hak ulayat masyarakat adat. Peruntukan DBH Migas telah diatur dengan undang-undang, sementara hak ulayat atau hak milik menjadi bagian dari kearifan lokal dan juga hukum adat yang harus dihargai dan dihormati oleh pemerintah maupun investor.

Keempat, pembentukan kursi pengangkatan di kabupaten dan kota. Menurut Filep, perlu mempercepat pembentukan kursi pengangkatan.

Pemerintah harus mempersiapkan hal-hal yang dibutuhkan sesuai mekanisme yang sudah diatur dalam peraturan pemerintah.

“Menurut saya, waktunya struktur pemerintahan di daerah itu adalah pemerintah provinsi yakni Gubernur beserta dengan DPR provinsi dan MRP perlu bersinergi dengan semua pihak termasuk bupati, wakil bupati dan DPRD kabupaten/kota terkait pembangunan di daerah dalam konteks otonomi khusus,” tambahnya.

Filep mengatakan UU ini diharapkan mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi orang asli Papua baik dalam sektor pendidikan dan kesehatan serta sektor lainnya.

Pada tahun 2022, sejumlah kepala daerah di Papua dan Papua Barat juga akan selesai masa jabatan dan kemudian akan hadir karateker.

Menurut dia, transisi pemerintahan ini akan sangat mengganggu perencanaan kebijakan dalam konteks otonomi khusus.

Oleh sebab itu, dia berharap para kepala daerah saat ini harus menyelesaikan perencanaan dengan baik sehingga implementasinya dapat maksimal sebelum tahun 2022.

“Sebelum kepala daerah Gubernur maupun Bupati meninggalkan jabatannya di tahun 2022 maka seyogyanya dirumuskan kebijakan Otsus sebagai landasan pelaksanaan tugas karateker gubernur atau bupati dalam rangka mempersiapkan pemerintahan kebijakan Otsus ke depan,” kata Filep.

Filep berharap pemerintah pusat dalam hal ini Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan serta kementerian terkait perlu melakukan langkah-langkah cepat yang taktis guna mendukung implementasi Otonomi Khusus di tanah Papua,” kata Filep.(jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler