jpnn.com, JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi dinilai akan memberi efek domino. Mulai dari inflasi sampai pada pertumbuhan ekonomi nasional.
“BBM bersubsidi naik berapapun, itu akan memicu tambahan inflasi. Taruhlah naik hanya 10 persen, tetapi kenaikan itu akan memicu inflasi,” kata Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah, Kamis (18/8/2022).
BACA JUGA: Harga BBM Bakal Naik? Jokowi Serahkan Sri Mulyani yang Menghitung
Lebih lanjut, dia menjelaskan kenaikan harga BBM akan memengaruhi harga bahan pokok, baik bagi masyarakat maupun produsen.
“Produsen tidak bisa lagi menahan dan akan mentransmisi kenaikan harga bahan baku,” ujar Piter.
BACA JUGA: Bahlil Beri Sinyal Kurang Sedap soal Minyak Dunia, Harga BBM Bakal Naik?
Kenaikan harga bahan pokok sudah pasti akan memicu inflasi. Sebelumnya, tercatat inflasi pada Juli 2022 secara year on year (YoY) mencapai 4,94 persen.
“Kalau BBM subsidi ini dilepas, saya sangat yakin inflasi bisa bergerak liar, bahkan bisa di atas 8 persen. Ini yang kami khawatirkan, kalau sampai 8 persen, apa yang sejauh ini dibanggakan pemerintah, inflasi terjaga, pertumbuhan ekonomi bagus, kita tidak bisa klaim lagi,” ungkap Piter.
BACA JUGA: Airlangga Harapkan Kompetisi Sehat dengan Prabowo di Pilpres 2024
Penerimaan negara tahun ini, kata dia, masih sehat, karena masih ada surplus dari kenaikan harga komoditas.
Surplus ini membuat belum ada urgensi untuk menaikkan harga BBM. Namun, pemerintah berulang kali mengatakan tantangan tahun depan akan lebih nyata dan pemerintah perlu bijak dalam menggelontorkan anggaran.
Pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023, pemerintah berencana menggelontorkan subsidi sebesar Rp 297,1 triliun.
Adapun subsidi ini terdiri dari Rp 210,6 triliun untuk subsidi energi dan Rp 86,5 triliun untuk subsidi nonenergi.
Anggaran subsidi ini, jauh lebih rendah dari realisasi subsidi energi yang mencapai Rp 502T di tahun ini.
Sementara, anggaran perlindungan sosial dialokasikan sebesar Rp 479,1 triliun untuk membantu masyarakat miskin dan rentan memenuhi kebutuhan dasarnya dan dalam jangka Panjang diharapkan akan mampu memotong rantai kemiskinan.
Sampai saat ini, belum ada keputusan pemerintah terkait harga BBM bersubsidi. Namun, pemerintah memastikan bahwa mereka mempertimbangkan segala hal terkait rencana ini.
“Apabila ada penyesuaian, kita sedang mengalkulasi juga kebutuhan-kebutuhan yang terkait dengan kompensasi dalam berbagai program,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, beberapa waktu lalu.
Ketua Umum Partai Golkar ini menjelaskan upaya pemerintah untuk menjaga subsidi BBM agar tidak menimbulkan laju inflasi tinggi seperti yang sekarang terjadi di banyak negara.
Pemerintah terus mengerahkan tim pengendalian inflasi pusat dan daerah untuk mendorong agar program kebijakan terkait keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi juga komunikasi secara efektif dengan masyarakat.
"Tantangan hyperinflation (Hiperinflasi) kelihatannya bisa kita tangani di tahun ini. Demikian pula di tahun depan," tegas Airlangga.
Rakyat Paling Menderita
Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengungkapkan pemerintah seharusnya mencari sumber pendanaan lain untuk mencegah kenaikan harga BBM bersubsidi (pertalite).
"Seharusnya pemerintah itu lebih kreatif mencari pendapatan dana,” ujarnya.
Dia mengungkapkan kekhawatiran jika wacana kenaikan BBM bersubsidi benar-benar terwujud.
Menurut Uchok, hal itu akan membuat rakyat berada dalam posisi yang sangat sulit.
“Kalau subsidi dikurangi itu memang pemerintah panik karena 2023 tidak punya uang. BI tidak boleh lagi membantu seusai dengan anjuran IMF,” ujar Uchok.
Kenaikan anggaran perlindungan sosial juga dinilai tidak cukup kuat untuk mengurangi beban rakyat. Sebelumnya, pemerintah mengalokasikan anggaran perlindungan sosial sebesar Rp479,1 triliun untuk membantu masyarakat miskin dan rentan. Anggaran tersebut meningkat 11% dari anggaran perlinsos tahun ini yang sebesar Rp 431,5 triliun.
"Tiba-tiba Bansos ditingkatkan. Ini sebetulnya strategi saja supaya rakyat tidak marah pada pemerintah, dikasih bansos," tegas Uchok.
Menurutnya, anggaran bantuan sosial yang ditingkatkan pada 2023 tidak akan cukup mampu mengurangi penderitaan rakyat akibat kenaikan harga berbagai bahan pokok.
"Namun, buat rakyat ini hanya obat sementara, tetapi penderitaan masyarakat akan menahun akibat kenaikan harga bahan pokok. Makanya rakyat seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula," ujar Uchok.
Oleh sebab itu, Uchok menyarankan agar pemerintah juga memikirkan cara lain untuk meminimalkan dampak dari kenaikan harga BBM dan berbagai bahan pokok.
"Misalnya pertalite untuk rakyat dinaikkan, tetapi pejabat masih ada yang mendapat fasilitas mewah. Kalau pertalite dinaikkan, pejabat harus hidup sederhana seperti rakyat,” pungkas Uchok.(fri/jpnn)
Redaktur & Reporter : Friederich Batari