Pemerintah Harus Perbaiki Tata Kelola Perdagangan Minyak Goreng Nasional

Kamis, 12 Mei 2022 – 22:08 WIB
Minyak goreng curah bersubsidi. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Ketua Umum Keluarga Alumni Institut Pertanian (Kainstiper) Priyanto PS mengatakan pemerintah Indonesia harus memperbaiki tata kelola perdagangan minyak goreng nasional.

Menurutnya, jejaring logistik pasar yang dibutuhkan masyarakat, harus diperbaiki dan dikelola menjadi lebih baik.

BACA JUGA: Diduga Menipu Uya Kuya Hingga Raffi Ahmad, Medina Zein Kabarnya Sakit dan Tertekan

"Tujuannya, supaya pasokan minyak goreng bisa merata dan dapat mudah diakses masyarakat luas dengan harga terjangkau,” ujar Priyanto dalam keterangan persnya, Rabu (11/5).

Infrastruktur logistik yang selama ini masih terbilang karut marut, menurut Priyanto, dapat difasilitasi pemerintah Indonesia, melalui jaringan logistik Bulog dan BUMN, untuk menjamin adanya pasokan minyak goreng curah, hingga sampai kemasyarakat yang membutuhkan.

BACA JUGA: 5 Olahraga ini Bisa Membantu Menghilangkan Selulit, Selamat Mencoba

Oleh karena itu, keterlibatan perusahaan perkebunan milik pemerintah (PT Perkebunan Nasional) yang mengelola perkebunan kelapa sawit milik negara, harus berfungsi menyediakan pasokan utama kebutuhan CPO nasional.

“Jika infrastruktur logistik minyak sawit nasional diperbaiki, dari hulu dapat menyediakan pasokan CPO hingga hilir menghasilkan minyak goreng curah, maka kebutuhan minyak goreng nasional secara langsung dapat terpenuhi,” jelas Priyanto.

BACA JUGA: Jokowi Dinilai Berhasil Merawat Kebinekaan di Tanah Air

Pemerintah juga harus segera membangun industri minyak sawit yang terintegrasi, dari hulu hingga hilirnya,” katanya.

Dengan memiliki industri sawit yang terintegrasi, menurut Priyanto, maka pemerintah dapat mengelola kebutuhan domestik dengan lebih baik.

Bila ada kekurangan pasokan domestik, maka pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyediakan kebutuhan masyarakat sebagai prioritas utamanya.

Priyanto juga menerangkan, bahwa harga CPO yang merangkak naik di pasar global, telah menyebabkan banyak distorsi (tekanan) diperkebunan kelapa sawit, seperti naiknya sarana dan prasarana produksi, dan bahan bakar minyak (BBM), yang turut menaikkan biaya produksi CPO.

Secara singkat, setiap adanya kenaikan harga CPO dunia, turut menaikkan harga produksi CPO di Indonesia.

Jika lonjakan kebutuhan masyarakat luas, terutama pedagang dadakan dan UMKM bisa didata dengan lebih baik, maka ketersediaan minyak goreng rumah tangga akan dapat terpenuhi.

Lantaran, produksi CPO berada didalam negeri dan akan mampu memenuhi kebutuhan masyarakat luas, kendati mengalami lonjakan kebutuhan yang tinggi.

“Dengan kapasitas terpasang pabrik minyak goreng dan pabrik CPO yang besar, kebutuhan minyak goreng domestik pasti bisa terpenuhi. Persoalan utamanya pada data kebutuhan pasar, mekanisme perdagangan dan harga jual domestik yang terjangkau, harus segera dibenahi pemerintah,” jelas Priyanto.

Sebagai produsen terbesar CPO, tentunya kebutuhan pasar global akan terpenuhi dari produksi berkelanjutan yang dilakukan perkebunan kelapa sawit.

Terutama petani kelapa sawit, yang kehidupannya bergantung dari penjualan hasil panennya.

Secara proses, TBS milik petani yang setiap hari dipanen, selalu dijual ke PKS dan hasilnya ditampung sementara ke dalam tangki penyimpanan (storage tank CPO).

"Sama halnya dengan instruksi Presiden Jokowi, kini panen TBS milik petani mengalami penurunan hingga penghentian pembelian sementara oleh PKS, karena tangki penampungan CPO telah penuh. Bila larangan ekspor CPO sementara tidak segera dicabut pemerintah, maka akan menimbulkan korban di kalangan petani kelapa sawit dan menyusul tutupnya PKS,” katanya.(chi/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Borong Dagangan Penyandang Autis, Sandiaga Uno: Ini yang Keren, Selayaknya Kita Dukung


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler