Pemerintah Harus Perketat Pengawasan Timah

Minggu, 28 Juni 2020 – 21:12 WIB
Pelaku penambangan liar timah dan barang bukti diamankan tim gabungan. Foto: Donatus DP/Antara

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Universitas Pasundan Acuviarta Kartabi menuturkan pemerintah harus membenahi tata kelola produksi timah, terutama meningkatkan pengawasan untuk meminimalkan praktik ilegal mining yang terjadi di daerah penghasil timah seperti di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Hal tersebut  menurut Acuviarta menjadi salah satu upaya yang harus dilakukan pemerintah untuk mendongrak harga timah selain mendorong tumbuhnya sektor industri hilir.

BACA JUGA: Timah Bangka Belitung jadi Incaran Dunia, China Sudah di Sana

“Selama ini lemahnya pengawasan menjadi kendala utama dalam memberantas praktik ilegal mining,” ungkap Acu.

Akibatnya banyak timah asal Indonesia yang diselundupkan ke negara lain seperti Singapura.

BACA JUGA: Jamkrindo Konsisten Mendampingi UMKM

Bahkan, masyarakat yang menambang timah lebih senang menjualnya kepada para kolektor (pengepul) ketimbang kepada PT Timah, padahal mereka menambang di wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) PT Timah.

Hal tersebut terjadi selain karena lemahnya pengawasan juga akibat tingginya perbedaan harga yang ditawarkan pengepul ketimbang PT Timah yang ujungnya menyuburkan praktik ilegal mining.

BACA JUGA: BNI Syariah Ajak Nasabah Lebih Bijak Berinvestasi di Kala Pandemi

Untuk meminimalkan praktik ilegal mining, pemerintah telah melakukan berbagai upaya misalnya memperketat regulasi ekspor timah. 

Agar bisa diekspor, timah milik sebuah perusahaan harus lolos verifikasi dari Surveyor dan memiliki Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) yang disusun oleh Competent Person Indonesia (CPI), yang telah disetujui oleh pemerintah, hal tersebut untuk memastikan timah yang akan diekspor jelas asal usulnya.

Dalam pandangan Acu, memperketat regulasi ekspor tidak cukup untuk memberantas praktik ilegal mining tanpa adanya pengawasan yang memadai.

Di sisi lain, untuk memperbaiki tata niaga timah pemerintah telah membentuk dua bursa timah yaitu BKDI/ICDX yang berdiri pada 2013 dan JFX pada 2018. Tujuannya selain menjaga stabilitas harga juga agar Indonesia sebagai salah satu penghasil timah terbesar di dunia bisa menjadi penentu harga timah.

Acu menilai tidak ada masalah dengan pembentukan dua bursa timah tersebut karena bisa mendorong tingkat efisiensi masing-masing bursa dan menurutnya tidak memicu trend pelemahan harga timah.

“Tidak masalah ada dua bursa, secara teori akan menciptakan persaingan sempurna, sekaligus mencegah praktik monpoli, “ tandas Acu.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler