Pemerintah Harus Pidanakan KBIH Nakal

Sabtu, 27 Oktober 2012 – 12:21 WIB
JAKARTA - Kementrian Agama (Kemenag) berencana menertibkan Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang nakal karena gagal memberangkatkan calon jamaah haji. Tapi rencana pemerintah itu diharapkan bukan sekedar reaksi spontan yang hanya bersifat sementara tanpa ada solusi untuk jangka panjang.

Pemerhati pelaksanaan ibadah haji, Muhammad Subarkah, menyatakan bahwa hampir setiap musim haji selalu saja ada pengusaha travel haji yang nakal. Dari data yang ada, tahun ini terdapat sekitar 250 calon jamaah haji yang gagal diberangkatkan.

"Tapi fakta di lapangan bisa 10 kali lipat dari data yang ada karena banyak yang malu melapor. Itu sudah persoalan klasik, sejak tahun 1960-an sudah ada fenomena itu," kata Subarkah dalam sebuah diskusi di Jakarta, Sabtu (27/10).

Karena sudah terjadi sejak era 1960-an, lanjut Subarkah, Kemenag pasti sudah tahu pengusaha travel haji nakal itu. Hanya saja Subarkah memerkirakan Kemenag tak bisa berbuat banyak lantaran calon jamaah yang gagal berangkat itu memang tidak masuk dalam kuota haji.

Subarkah menambahkan, sebenarnya sudah banyak perusahaan travel haji nakal yang disanksi.  Namun sanksi dari Kemenag ternyata tak membuat jera para pengusaha travel haji. Sebab para pengusaha itu bisa membuat perusahaan baru atau bergabung dengan perusahaan travel haji lainnya agar tetap bisa menarik calon jamaah.

"Mereka tetap berharap setiap tahun bisa memberangkatkan jamaah dengan mengharapkan sisa-sisa tambahan kuota. Jadi sebaiknya pemerintah tegas, pidanakan pengusaha travel yang nakal itu," tegas Subarkah.

Persoalannya, sambung penulis buku Lelaki Buta Melihat Ka'bah itu, di kalangan pengusaha travel sudah hal lazim bahwa untuk mendapatkan satu kuota haji tambahan saja harus mengeluarkan dana hingga USD 1.000.  "Tambahan ini juga ditawarkan-tawarkan oleh para oknum pengurus pembimbing haji reguler yang menawarkan kesempatan untuk memotong antrean haji yang kini sudah menjadi sekitar 7-10 tahun. Mereka lazimnya meminta untuk untuk maju itu sekitar Rp 12 - 15 juta,’’ katanya.

Karenanya Subarkah mengharapkan Pemerintah Indonesia bisa mendesak Pemerintah Arab Saudi agar tak bisa seenaknya mengobral visa. Selain itu, sambungnya, sebaiknya pemerintah meminta kewenangan penuh dalam membagi kuota haji dari pemerintah Arab Saudi.

Subarkah beralasan, jamaah haji non-kuota justru sering membuat repot petugas haji Indonesia. "Karena mereka juga meminta pelayanan yang sama seperti jamaah haji resmi. Di Arafah dan Mina misalnya, mereka kadang menyerobot jatah makan haji reguler. Belum lagi ketika jamaah non kuota tersesat atau sakit, mau tidak mau petugas haji harus memberikan pelayanan juga karena mereka juga orang Indonesia,’’ ujarnya.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Anas Naik Haji, Jumlah Hewan Kurban Turun

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler