”Kami sudah melaporkan masalah ini kepada Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi. Kami juga akan menanyakan tidak lanjut dari pihak kepolisian dan BPOM soal pemalsuan merek dan pelanggaran hukum yang merugikan dunia usaha dan konsumen di Indonesia,” ujar Ketua Kadin Bidang Pengembangan Sumber Daya Alam, Utama Kajo di Jakarta.
Pekan lalu, dia bersama Ketua Umum GP Jamu Charles Saerang dan Komisaris Utama PT Sinde Budi Sentosa Budi Yuwono menemui Wakil Menteri Perdagangan. Mereka melaporkan masalah industri herbal dan jamu di Indonesia, potensi ekspor, dan penguatan pasar jamu dalam negeri dari serbuan impor, serta masih maraknya produk jamu ilegal di Tanah Air. Charles yang juga Dirut PT Nyonya Meneer ini mengungkapkan, pasar produk herbal atau jamu di Amerika dan Eropa masih dikuasai Tiongkok, sehingga Indonesia harus berani mencoba memasarkan ke negara lain seperti Taiwan dan Afrika Selatan (Afsel) yang pasarnya masih terbuka. Di Afsel saja ada sekitar 1,5 juta warga keturunan Indonesia. Sejumlah produk dari perusahaan jamu besar di Indonesia memang sudah menembus pasar Amerika dan Eropa, tapi produk dari perusahaan lainnya masih terhambat.
”Namun, di dalam negeri sendiri, pemerintah justru membuka pintu impor yang menyalahi hukum dan etika. Produk herbal atau jamu impor yang mirip dengan yang ada di Indonesia diberi izin dan dibiarkan memasuki pasar di seluruh Tanah Air, sehingga memukul industri jamu lokal yang menyerap banyak tenaga kerja dan memajukan ekonomi daerah,” ujar Charles.
Komisaris Utama PT Sinde Budi Sentosa Budi Yuwono memaparkan, keputusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan gugatan perusahaannya atas jamu larutan penyegar merek Cap Kaki Tiga ternyata tidak dilaksanakan di lapangan. Produk tiruan dengan lisensi perusahaan asal Singapura yang tidak boleh beredar lagi ini ternyata masih dipasarkan, bahkan dengan iming-iming hadiah yang sebenarnya dilarang untuk produk obat atau jamu.
”BPOM juga payah, ada tiga produk dengan nomor registrasi yang sama untuk perusahaan yang berlisensi dari Singapura itu. Mereka menjiplak dan merebut pasar perusahaan nasional. Perusahaan tersebut meniru habis-habisan produk Sinde, baik bentuk kemasan kaleng dan botol plastik, warna, gambar, hingga tulisannya. Produk ini bebas diiklankan dan masuk ke supermarket sampai warung-warung kecil,” kata Budi. (dri)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Cicil KPR BTN Bisa Seperempat Abad
Redaktur : Tim Redaksi