JAKARTA - Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) mengaku kesulitan mengawasi kegiatan organisasi kemasyarakatan (ormas). Sebab, ormas yang dibentuk dengan dasar alasan kemerdekaan berserikat sebagaimaga diatur konstitusi, sering kali tak mau ruang geraknya dibatasi dengan undang-undang.
Karenanya dalam penyusunan rancangan undang-undang (RUU) Ormas sebagai pengganti UU Nomor 8 Tahun 1985, pemerintah ingin ketentuan tentang pembubaran ormas yang melanggar aturan bisa dibuat lebih simpel. Hal itu disampaikan Dirjen Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kemendagri, Tanribali Lamo dalam diskusi "Manfaat dan Mudhorot Ormas" di gedung DPD RI, Jakarta, Jumat (17/2).
Menurut Tanri, saat ini sebelum diputuskan pembubaran ormas ada sejumlah tahap yang harus dilalui antara lain teguran pertama hingga ketiga, pembekuan sementara, pembekuan, baru pembubaran. "Di UU yang baru nanti akan dipersingkat prosesnya. Tahapannya tidak panjang," kata Tanri.
Meski demikian, katanya, proses pembubarannya akan tetap melibatkan pengadilan. Sehingga ormas yang dibubarkan juga memiliki hak untuk mengajukan kasasi. "Menurut konstitusi tidak boleh pembubaran oleh eksekutif," sambungnya.
Dipaparkannya, saat ini saja jumlah ormas di seluruh Indonesia mencapai 65.577. Sementara yang tercatat di Kemendagri, sebut Tanri, hanya 9058. Untuk ormas yang dicatat pemerintah provinsi, jumlahnya mencapai 12.413. Sedangkan ormas yang dicatat di kabupaten/kota adalah 42.106.
"Kalau lihat jumlah ini maka sangat luar biasa. Jaman Orde Baru seluruh ormas dapat terkontrol dengan baik karena dikaitkan dengan asas tunggal," bebernya.
Namun saat ini, kata Tanri, setiap orang bisa terlibat dalam berbagai ormas. "Yang selama ini terjadi dan banyak ditindak adalah kegiatan yang dilakukan orang per orang. Karena ormas tidak memiliki kemampuan untuk mengontrol anggotanya," ucapnya.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... RUU Miras Harus Gol
Redaktur : Tim Redaksi