JAKARTA - Belakangan, masyarakat dibuat geger dengan kebijakan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang intinya meminta pencabutan perda tentang miras di sembilan daerah. Kebijakan ini dinilai salah, karena pemerintah terus didesak untuk menggodok RUU Minuman Keras (miras) bersama DPR.
Menteri Agama (Menag) Suryadharma Ali (SDA) di Jakarta kemarin (16/2) mengatakan, Kemendagri meminta perda miras di sembilan daerah tadi dicabut karena merujuk pada Keppres Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Diantara daerah itu adalah, Kota Tangerang, Kabupaten Indramayu, dan Kota Bandung. "Tapi saat ini Keppres sudah tidak masuk dalam hirarki perundang-undangan. Terlebih untuk urusan pengawasan atau pengaturan," katanya.
Dengan demikian, cukup wajar jika akhirnya muncul respon negatif menyusul kebijakan Kemendagri tersebut. SDA menegaskan, saat ini pemerintah memang perlu membuat aturan dalam bentuk undang-undang untuk mengatur miras. Pengaturan ini mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi miras. "Miras perlu diatur. Tapi sifat dasarnya tetap dilarang," ujar SDA.
Menteri yang juga menjadi ketua umum DPP PPP itu menjelaskan, memang akan memunculkan pro-kontra terkait larangan atau pengaturan miras ini. Misalnya, kelompok yang menolak aturan ini akan beralasan pembatasan miras akan berdampak pada surutnya usaha per-miras-an di tanah air. Ujung-ujungnya, akan mengakibatkan tenaga kerja di perusahaan miras kehilangan mata pencaharian.
Namun, SDA segera menyangkan pola berpikir seperti itu. Dia mengatakan, RUU miras nantinya bukan total menghentikan aktifitas produksi, distribusi, dan konsumsi miras. "Saya tegaskan, RUU miras itu sifatnya mengatur," kata dia. Sehingga, negara ini tidak terancam kehilangan jati diri karena lama-lama membolehkan atau menghalalkan sesuatu yang haram.
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Assiddiqie menjelaskan, inisiatif DPP PPP mengajukan RUU miras ke parlemen bakal mengalami banyak benturan. Diantaranya, RUU ini akan lebih dulu dibenturkan atau dianggap sebagai RUU syariah. "Kita sadari, negeri ini masih alergi terhadap aturan-aturan yang dicap sebagai hukum syariah," katanya.
Menurut Jimly, urusan miras tidak bisa serta merta didekatnya dengan ranah syariah. Sebab, kata dia, miras merupakan ancaman bagi seluruh bangsa. Tidah hanya bagi umat Islam yang ada di Indonesia. Tetapi juga umat agama lainnya. "Soal miras ini soal serius. Bukan hanya soal masyarakat Islam," katanya.
Ketua Fraksi PPP Hasrul Azwar menjabarkan, andai saja instruksi pencabutan perda miras oleh Kemendagri benar-benar dijalankan, maka ada daerah-daera yang bakal kebanjiran miras. Diantaranya yang dia sebut adalah di Kabupaten Indramayu.
Hasrul mengatakan, Kabupaten Indramayu bakal dibanjiri miras karena jika merujuk pada Keppres Nomor 3 Tahun 1997, Pemkab Indramayu membolehkan miras tipe A (minuman beralkohol dengan kadar ethanol 1 % sampai 5 %) diproduksi, diedarkan, dan dijual secara bebas. (wan)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jaksa Ulur Tuntutan, Hakim Kesal
Redaktur : Tim Redaksi