Pemerintah jangan Gengsi Menarik RUU Cipta Kerja dari DPR

Jumat, 06 Maret 2020 – 13:49 WIB
Seorang buruh membawa poster penolakan terhadap Omnibus Law. Foto: M Fathra/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Peneliti Pusat Kajian Kebijakan Publik dan Hukum (Puskapkum) Ferdian Andi, mengatakan pemerintah sebaiknya segera melakukan penarikan RUU Omnibus Law Cipta Kerja dari DPR, untuk perbaikan materi yang krusial, dan dinilai menabrak sejumlah prinsip-prinsip dasar dalam bernegara.

"Pemerintah tak perlu gengsi untuk menarik draft RUU Cipta Kerja tersebut. Pemerintah juga tidak akan kehilangan muka jika menarik draft RUU Cipta Kerja ini," kata Ferdian dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (6/3).

BACA JUGA: Kawasan Ekonomi Harus Jadi Perhatian Khusus di RUU Omnibus Law Cipta Kerja

Setidaknya, kata Ferdian, penarikan RUU Cipta Kerja ini sebagai upaya mencegah kerusakan yang akan muncul dari RUU tersebut. Mencegah kerusakan harus lebih diutamakan oleh pemerintah ketimbang mendorong kemanfaatan yang diharapkan dari RUU Cipta Kerja ini.

Dia beranggapan bahwa polemik yang ditimbulkan dari RUU Cipta Kerja harus direspons secara baik dan bijak oleh pemerintah sebagai pengusul. Sejumlah persoalan substansial, yang belakangan disebut sebagai typo atau salah ketik oleh pemerintah, semestinya segera diperbaiki.

BACA JUGA: Omnibus Law Banyak Penolakan, Gerindra Pastikan Tak Akan Bertindak Gegabah

"RUU Cipta Kerja ini kan merupakan etalase wajah hukum pemerintahan Presiden Jokowi," lanjut Dosen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Bhayangkara Jakarta Raya itu.

Oleh karena itu, pemerintah harus memastikan secara substansial RUU Cipta Kerja ini tidak keluar dari koridor reformasi dan demokrasi yang telah diperjuangkan bersama-sama pada 21 tahun silam. Sebaliknya, RUU sapu jagat tersebut harus menguatkan bangunan reformasi dan demokrasi.

BACA JUGA: Harapan Menko Luhut Panjaitan Terkait Omnibus Law Bakamla RI

Dosen yang pernah menggeluti profesi sebagai wartawan, itu mengingatkan bahwa Pasal 70 ayat (1) UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyatakan; RUU dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR dan Presiden.

Selain itu, Surat Presiden (Surpres) mengenai RUU Cipta Kerja ini hingga penutupan masa sidang dewan pada 27 Februari kemarin, juga belum dibacakan dalam rapat paripurna. Sehingga, secara normatif draft RUU Cipta Kerja ini dapat ditarik oleh Presiden dari DPR.

Setelah RUU Cipta Kerja ditarik dari DPR, kata Ferdian, pemerintah harus bersungguh-sungguh untuk melakukan perbaikan terhadap sejumlah substansi yang dianggap menabrak prinsip reformasi dan demokrasi. Konsolidasi di internal pemerintah perlu segera dilakukan dalam penyusunan draf RUU Kerja ini.

Termasuk, pemerintah agar menginisiasi perubahan UU No 15 Tahun 2019 tentang Perubahan atas UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan sebagai dasar hukum dalam penyusunan RUU yang berkarakter Omnibus law.

"Setidaknya dengan langkah ini, dari sisi prosedur penyusunan perundang-undangan yang berkarakter Omnibus law secara pasti memiliki landasan hukumnya," tandas Ferdian.(fat/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler