jpnn.com, JAKARTA - Nilai tukar rupiah sebesar Rp 13.400 per dolar AS yang ditetapkan dalam asumsi makro ekonomi RAPBN 2018, diyakini bisa dicapai meskipun masih rawan jeblok karena dibayang-bayangi sentimen pasar.
Anggota Komisi XI DPR heri Gunawan mengatakan, tren nilai rupiah per September 2015 hingga 2017 memang menunjukkan kecenderungan yang menguat. September 2015 angkanya berkisar Rp 14.300-an, bulan yang sama 2016 Rp 13.200-an, dan bertahan di angka yang sama pada tahun ini.
BACA JUGA: PKS Bisa Saja Tak Usung Prabowo di Pilpres, Asalkan...
"Artinya, ada peluang untuk bisa lebih kuat lagi. Jadi, asumsi Rp 13.400 itu seharusnya bisa dicapai. Bahkan, kalau pemerintah mau kerja lebih ekstra, angkanya bisa lebih kuat dari itu," ujar Heri di kompleks Parlemen Jakarta, Jumat (15/9).
Persoalannya sekarang menurut politikus Gerindra ini, penguatan nilai tukar itu bukan ditopang oleh ekspor dan investasi langsung.
BACA JUGA: Daftar ke Gerindra, Lukas: Saya Siap Melanjutkan Pengabdian
Penguatan yang ada hanya karena adanya transaksi di market. Sebab itu, kuat-lemahnya nilai tukar rupiah sangat bergantung dan dibayang-bayangi oleh sentimen pasar.
Sehingga, sedikit saja terjadi gejolak, sebagai misal di Timur Tengah, rupiah bisa langsung jeblok.
BACA JUGA: PKS-Gerindra Tetap Solid Hadapi Pilgub Jabar
Perekonomian nasional menurutnya memang belum bisa bertumpu pada ekspor karena adanya risiko proteksionisme perdagangan yang relatif permanen.
Tapi, pemerintah bisa memanfaatkan membaiknya peringkat investasi Indonesia di posisi BBB atau stable outlook.
Hanya saja dia menilai ada masalah serius pada proses perizinan. Data Global Competitiveness Report 2016-2017 menunjukkan bahwa daya saing Indonesia berada di peringkat 41 atau menurun 4 peringkat jika dibandingkan 2015-2016 yang bertengger di peringkat 37.
Faktor inefisiensi birokrasi masih menjadi masalah yang menghambat daya saing nasional. Bahkan, itu sudah sering dikeluhkan investor.
Kemungkinan asumsi makro berubah lagi menurut Heri, tergantung pada pemerintah. Dia melihat segala peluang dan potensi yang ada, angkanya bisa lebih rendah dari RP 13.400, asal pemerintah mau kerja ekstra.
"Kalau menunggu dan melihat saja tanpa melakukan perbaikan dan terobosan, terutama di sektor investasi, maka kita akan terus jalan di tempat. Tapi, saya sendiri agak ragu pemerintah bisa fokus ke situ. Sebab, 2018 itu sudah memasuki tahun pemilu," tutur politikus asal Jawa Barat ini.
Nah, saat ditanya sarannya agar rupiah terus menguat, ketua DPP Gerindra ini mengatakan ada beberapa jalan yang dapat ditempuh pemerintah.
Pertama, manfaatkan peluang membaiknya peringkat investasi untuk menggenjot investasi langsung, terutama ke sektor-sektor produktif seperti pertanian-kelautan-perikanan.
Dengan begitu, dolar AS akan benar-benar masuk dan riil. Tentunya di samping meningkatkan pertumbuhan kredit perbankan di atas 15%, karena sudah di dukung oleh suku bunga Bank Indonesia yang mencapai 4.5%.
Kedua, pemerintah harus tetap prudent dalam mengelola utang dan pembayaran bunga utangnya. Sebab, pada tahun 2017 saja, pembayaran bunga utang yang jatuh tempo bisa mencapai Rp 221 triliun. Itu bisa menyedot dollar yang ujungnya akan memperlemah rupiah.
Ketiga, pemerintah dan BI harus tetap berhati-hati dan bisa mengantisipasi nainya suku bunga The Fed. Terakhir, perlunya meningatkan kecintaan pada rupiah sebagaimana amanat UU No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang isinya bahwa seluruh transaksi dalam negeri wajib memakai rupiah yang diperkuat dengan Peraturan BI No. 17/3/PBI/2015.
"Jika regulasi tersebut konsisten dijalankan, khususnya setiap pengusaha di Indonesia wajib menggunakan rupiah dalam bertransaksi bisa menjaga nilai rupiah, maka sudah dipastikan rupiah tidak saja dapat stabil tetapi juga berdaulat," pungkas Heri.(fat/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gerindra: Agenda Pansus KPK Sudah Terbaca
Redaktur & Reporter : M. Fathra Nazrul Islam