Pemerintah Mediator Konflik Internal Ormas

Kamis, 07 Maret 2013 – 00:24 WIB
JAKARTA -  Pemerintah akan punya peran penting dalam proses penyelesaian konflik internal organisasi kemasyarakatan (ormas). Peran pemerintah ini tertuang di Rancangan Undang-undang (RUU) ormas yang saat ini sedang dibahas pemerintah bersama DPR.

Perseteruan antarpengurus ormas bakal dimediasi pemerintah, sesuai tingkatannya. Jika ormas level nasional, kemendagri akan menjadi mediator.

Jika di level provinsi, peran ini akan dijalankan gubernur, begitu pun di tingkat kabupaten/kota, mediatornya bupati/walikota.

Namun, Direktur Seni, Budaya, Agama, dan Kemasyarakatan Direktorat Jenderal Kesatuan Bangsa dan Politik (Ditjen Kesbangpol) Kemendagri, Budi Prasetyo, membantah jika ada yang menilai mekanisme tersebut sebagai upaya intervensi pemerintah terhadap urusan internal ormas.

"Berdasarkan pengalaman, peran mediasi ini justru mereka (ormas, red) yang minta. Dan kita hanya menjadi mediator saja, jadi penengah. Selama ini jika ada konflik harusnya diselesaikan mereka sendiri. Tapi kalau tak bisa selesaikan, faktanya mereka ya datang ke bupati, gubernur, kemendagri. Kita tak mau intervensi," ujar Budi Prasetyo kepada wartawan di gedung Kemendagri, Rabu (6/3).

Budi menjelaskan, peran mediator ini juga tidak langsung begitu saja tatkala ada ormas sedang didera konflik internal.  Tahap pertama,  diselesaikan dulu secara internal melalui musyawarah mufakat seperti diatur AD/ART ormas itu.

Kedua, jika tak selesai, mereka boleh membawa ke bupati, gubernur, atau kemendagri untuk dimediasi.  Setelah hasil mediasi disepakati, dibuat akta perdamaian dan supaya mengikat, diteken kedua pihak, termasuk pihak pemerintah, lantas didaftar ke pengadilan.

"Konsekuensinya, ketika ada yang tak puas, gugat ke pengadilan, pengadilan bisa menolak karena sudah ada kesepakatan," imbuh Kasubdit Ormas Ditjen Kesbangpol, Bahtiar.

Nah, jika ternyata upaya mediasi gagal, konflik internal ormas bisa dibawa ke pengadilan. Supaya tak berlarut-larut di pengadilan, ada peradilan cepat. Di Pengadilan Negeri (PN) 90 hari sudah harus ada putusan.

Jika keberatan atas putusan pengadilan, tidak ada upaya banding, tapi langsung diajukan ke Mahkamah Agung (MA). "Di MA, 60 hari harus sudah diputuskan," ujar Bahtiar. (sam/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Menpera Akhirnya Penuhi Pangilan Komisi V

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler