jpnn.com - JAKARTA - Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI), Lukmanul Hakim menganggap aneh pembahasan RUU Jaminan Produk Halal (JPH). DPR dan pemerintah dianggap terjebak dengan kewenangan administrasi dan mengabaikan persoalan substansi.
"Substansi dari RUU JPH itu mestinya adalah perlindungan, bukan siapa yang mensertifikasi. Kalau pemerintah yang mengeluarkan sertifikasi halal, maka sifat sertifikasi tersebut bukan lagi independen, karena bisa diintervensi oleh perjanjian perdagangan," kata Lukmanul Hakim, di Senayan Jakarta, Selasa (3/6).
BACA JUGA: Polri Sudah Turunkan Tim Tindak Pengguna Repeater Ilegal
Lukmanul Hakim menjelaskan lembaga yang harus melakukan sertifikasi adalah bersifat independena dan harus bebas dari tekanan. Makanya kata dia, yang cocok melakukan sertifikasi adalah karena menjadi wadah yang memperjuang kehalalal produk dan bukan negosiasi perdagangan.
"Kalau pemerintah ngotot, pemerintah ambil saja semuanya, MUI tidak akan ikut-campur dalam proses sertifikasi halal," tegasnya.
BACA JUGA: Wajib Dibentuk Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rusun
Dalam menerbitkan sebuah sertifikasi halal, MUI hanya memperjuangkan kemurnian halal berdasarkan tuntunan agama. Kata dia, Indonesia yang sudah meratifikasi pembentukan World Trade Organization (WTO) tentu sertifikasi halal Indonesia tidak boleh berstandar ganda.
"Sertifikasi halal harus bersifat wajib (mandatory), bukan lagi konteksnya sukarela (voluntary). Ketegasan tersebut menjadi penting untuk membedakan produk halal dengan haram. Kalau wajib, maka harus terstruktur berikut labelisasi halalnya. Hanya dengan cara begitu produk impor bisa dikendalikan," jelasnya.
BACA JUGA: Haagen-Dazs Hadirkan Ice Cream Sensasional
Sertifikasi halal lanjutnya, harus diberlakukan juga terhadap semua produk impor. "Tujuannya, untuk melindungi konsumen Indonesia yang mayoritas beragama Islam," imbuhnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Logo SNI Palsu Banyak Beredar, Ini Cara Membedakan
Redaktur : Tim Redaksi