Pemerintah Selangkah Lebih Mundur Berantas Korupsi

Sabtu, 14 Maret 2015 – 12:15 WIB
Menkum HAM Yasonna Laoly. FOTO: dok/jpnn.com

jpnn.com - SEMANGAT antikorupsi yang digaungkan pemerintahan saat ini semakin jauh dari harapan. Setelah kebijakannya dianggap tidak mendukung penguatan KPK, kini Kementerian Hukum dan HAM justru akan memfasilitasi remisi untuk para tersangka korupsi. Kebijakan itu pun menuai kritik. 

Indonesia Corruption Wacth (ICW) menilai pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada terpidana korupsi bisa me­lemahkan efek jera bagi koruptor. Kebijakan itu juga akan melukai rasa keadilan di masyarakat. "Kalau kebijakan itu akhirnya diberlakukan, kami tentu makin mempertanyakan komitmen antikorupsi Presiden Jokowi," ujar Koordinator Divisi Monitoring Hukum dan Peradilan ICW Emerson Yuntho. 

BACA JUGA: Bahas Nenek Asyani, Menteri Siti akan “Rayu” Jaksa Agung Soal Ini

Emerson mengatakan, kebijakan Menteri Hukum dan HAM Yassona Laoly justru merupakan langkah mundur terhadap pemberantasan korupsi. 

Seperti diketahui, di era kepemimpinan periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pemerintah melalui Menkum HAM Amir Syamsuddin mengeluarkan PP 99/2012. Peraturan itu mengatur pembatasan remisi untuk pelaku extraordinary crime, salah satunya korupsi. 

BACA JUGA: Awas! Perekrut Anggota ISIS Berkeliaran di Indonesia

Dalam aturan tersebut, koruptor yang perkaranya inkrach sesudah November 2012 akan mengalami pengetatan remisi. Nah, peraturan yang menjadi momok bagi koruptor itulah yang akan direvisi Yasonna. "Sungguh kita akan mengalami kemunduran kalau peraturan itu diubah dengan memberikan remisi untuk koruptor," jelasnya.

Mantan pimpinan KPK Busyro Muqoddas mengungkapkan, pemerintah cukup aneh karena berkomitmen terhadap pemberantasan korupsi, namun permisif dalam mengobral remisi untuk koruptor. "Pemerintah harusnya berjiwa besar dan berhati-hati," ujarnya 

BACA JUGA: Badrodin Haiti Sudah Siap Hadapi DPR

Busyro juga menilai terminologi diskriminasi yang dijadikan alasan Menkum HAM merevisi PP itu aneh. Menurut dia, semestinya memang ada diskriminasi terhadap pelaku tindak pidana extraordinary crime. Sebab, dampak dari kejahatan yang mereka lakukan sangat luar biasa. (gun/aph/owi/c10/sof) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Taiwan Mengaku Salah dan Berjanji Cari ABK WNI yang Hilang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler