jpnn.com, JAKARTA - Pemerintah resmi melakukan penyesuaian tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit.
Hal itu dilakukan sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.05/2021 tentang Perubahan Kedua Atas PMK Nomor 57/PMK.05/2020 tentang Tarif Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit.
BACA JUGA: Tetap Kinclong saat Pandemi Covid-19, Gapki: Harga CPO Sepanjang Smester I 2021 Menjadi Menarik
"Penyesuaian tarif pungutan ekspor tersebut merupakan tindak lanjut keputusan Komite Pengarah Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS)," tulis keterangan resmi Kementerian Keuangan, Selasa (29/6).
Menurutnya besaran tarif pungutan ekspor produk kelapa sawit termasuk Crude Palm Oil (CPO) dan produk turunannya ditetapkan berdasarkan harga referensi Kementerian Perdagangan.
BACA JUGA: Alhamdulillah, Menko Perekonomian Sebut Harga CPO Naik 101,74 Persen
"Untuk cut off perhitungan pungutan tarif itu ialah tanggal penerbitan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) sehingga pengenaan tarif baru ini mulai berlaku tujuh hari setelah diundangkan pada 25 Juni 2021 yakni mulai 2 Juli 2021," tulis Kemenkeu.
Sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, batas pengenaan tarif progresif berubah yang semula pada harga CPO USD 670 per MT menjadi USD 750 per MT.
BACA JUGA: Harga CPO Jambi Turun Signifikan Periode Sepekan ke Depan
Direktur Utama BPDPKS Eddy Abdurrachman menjelaskan jika harga CPO di bawah atau sama dengan USD 750 per MT maka tarif pungutan ekspor tetap.
Dia mencontohkan untuk tarif produk crude sebesar USD 55 per MT dan setiap kenaikan harga CPO sebesar USD 50 per MT maka tarif pungutan ekspor naik sebesar USD 20 per MT.
Kemudian, kata Eddy, produk crude sebesar USD 16 per MT untuk produk turunan hingga harga CPO mencapai USD 1.000.
“Apabila harga CPO di atas USD 1.000, maka tarif tetap sesuai tarif tertinggi masing-masing produk,” katanya.
Menurutnya, dasar pertimbangan penyesuaian tarif layanan pungutan ekspor ialah untuk meningkatkan daya saing produk kelapa sawit Indonesia di pasar internasional.
Meski demikian, hal ini dilakukan dengan tetap memperhatikan kesejahteraan petani kelapa sawit dan keberlanjutan pengembangan layanan pada program pembangunan industri sawit nasional.
"Untuk peningkatan daya saing produk kelapa sawit Indonesia maka kewajiban eksportir produk kelapa sawit yaitu pungutan ekspor dan bea keluar secara advalorem yang saat ini mencapai maksimal 36,4 persen maksimal dari harga CPO," jelas Eddy.
Berdasarkan perubahan tarif sesuai PMK Nomor 76/PMK.05/2021, maka kewajiban eksportir secara advolerum turun menjadi maksimal di bawah 30 persen dari harga CPO.
"Untuk peningkatan kesejahteraan petani, penerapan pungutan ekspor pada 2020 dan 2021 terbukti tidak menyebabkan penurunan harga Tandan Buah Segar (TBS) di tingkat petani," ungkap Eddy.
Harga TBS di tingkat petani mengikuti kenaikan harga CPO yaitu pada Januari sampai Mei 2021 rata-rata harga TBS di tingkat petani adalah di atas Rp2.000 per kilogram.
Selain itu, pemerintah tetap berkomitmen untuk meningkatkan kesejahteraan petani melalui peningkatan produksi perkebunan kelapa sawit rakyat.
Pemerintah mengalokasikan dana peremajaan perkebunan kelapa sawit untuk 180 ribu hektar lahan per tahun.
“Alokasi dana untuk tiap hektar lahan yang ditetapkan sebesar Rp30 juta per hektar,” ujarnya. (antara/jpnn)
Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:
Redaktur & Reporter : Elvi Robia