jpnn.com - JAKARTA - Urusan dengan PT Freeport Indonesia seperti tidak kunjung selesai. Setelah renegosiasi kontrak karya dan kewajiban pembangunan smelter, kini pemerintah siap menagih setoran dividen dari produsen tembaga dan emas asal AS yang beroperasi di Papua itu.
Wakil Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, keputusan Freeport untuk tidak membayarkan dividen tahun buku 2013 membuat pemerintah kesulitan memenuhi target setoran dividen BUMN dalam APBN 2014. "Tidak harus memaksa-maksa, tapi tentu masih bisa dinegosiasikan," ujarnya kemarin (10/4).
Sebagaimana diwartakan, saat ini pemerintah memiliki 9,36 persen saham Freeport Indonesia. Adapun 90,64 persen lainnya dikuasai Freeport-McMoRan, raksasa perusahaan emas asal AS. Sebelumnya, ada PT Indocopper Investama yang memiliki 9,36 persen saham. Namun sudah dibeli Freeport-McMoRan.
Kepemilikan saham 9,36 persen itulah yang membuat Indonesia berhak mendapatkan dividen dari Freeport setiap tahun. Namun, untuk tahun buku 2013 Freeport memutuskan tidak membayar dividen kepada pemegang saham. Termasuk sekitar Rp 1,5 triliun yang seharusnya menjadi jatah pemerintah Indonesia.
Menurut Bambang, dalam APBN 2014 target setoran dividen BUMN dipatok Rp 40 triliun. Namun, realisasinya diperkirakan hanya Rp 38 triliun. Selain setoran Freeport tidak masuk, dividen PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga tidak bisa disetorkan karena kinerja finansial yang tertekan gara-gara depresiasi nilai tukar rupiah.
BACA JUGA: Pertamina Hulu Energi Capai Rekor Produksi
"Jadi opsinya adalah negosiasi lagi dengan Freeport (untuk meminta pembayaran dividen) atau mencari sumber penerimaan lain," katanya.
Meski demikian, Bambang mengakui saat ini sudah sulit menaikkan target setoran dividen dari BUMN lain seperti sektor perbankan, telekomunikasi, maupun pertambangan. Sebab, nilai dividen sudah ditentukan dalam rapat umum pemegang saham (RUPS).
BACA JUGA: Lima BUMN Belum Dukung Penerapan GCG
"Sebagian besar RUPS sudah dilakukan. Jadi agak berat (kalau harus mengubah besaran dividen)," ucapnya.
Pada 2013, 141 perusahan pelat merah berhasil meraup laba bersih Rp 150,7 triliun. Angka tersebut sedikit melebihi target APBN yang dipatok Rp 150 triliun. Laba sebesar itu naik signifikan bila dibandingkan tahun sebelumnya. Pada 2012, dari target Rp 137,8 triliun, BUMN hanya membukukan laba bersih Rp 128 triliun atau 92,8 persen dari target.
Sebelumnya, juru bicara PT Freeport Indonesia Daisy Primayanti mengatakan, keputusan untuk tidak membayar dividen disebabkan merosotnya kinerja perusahaan pada 2013. Hal itu dipicu turunnya penjualan tembaga dan emas akibat kadar bijih yang rendah.
Selain itu, juga rendahnya harga komoditas tembaga dan emas di pasar global. "Apalagi, sempat ada gangguan operasi tambang saat terjadi kecelakaan di terowongan Big Gossan," ujarnya.
Daisy menyebut, meski tidak membayar dividen untuk tahun buku 2013, Freeport tetap menyetor kewajiban keuangan negara berupa pajak dan royalti senilai total USD 500 juta atau sekitar Rp 5,6 triliun.
BACA JUGA: Pertamina Field Rantau Kejar Produksi 3.500 Bph
"Dengan dimulainya kembali ekspor, Freeport akan bisa memberikan pendapatan yang signifikan untuk pemerintah berupa pajak, royalti, dan pembayaran dividen," jelasnya. (owi/bil/oki)
BACA ARTIKEL LAINNYA... BUMN Ubah Susunan Dewan Komisaris AP I
Redaktur : Tim Redaksi