Pemerintah Targetkan 100 Persen Lahan Tersertifikasi Pada 2025

Jumat, 21 Oktober 2016 – 17:56 WIB
Fungsionaris DPP Partai Nasdem Edward Sihombing dan Staf Khusus Menteri Agararia dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sugeng Suparwoto menjadi pembicara diskusi publik bertema "Restorasi Agraria" di kantor DPP Partai Nasdem. Foto: Ist for JPNN

jpnn.com - JAKARTA - Hingga saat ini sebagian besar lahan di Indonesia belum terdaftar dan tersertifikasi. Pemerintah menargetkan sertifikasi lahan di seluruh wilayah Indonesia akan rampung pada tahun 2025.

"Sejak Indonesia merdeka 71 tahun lalu, dari 178 juta hektar tanah di negara kita, yang terdaftar baru 40 persen. Dari 40 persen yang terdaftar, baru 67 persen yang tersertifikat," ujar Staf Khusus Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, Sugeng Suparwoto, saat diskusi publik "Restorasi Agraria", di Jakarta, Jumat (21/10).

BACA JUGA: Siaga Sidang Interpol, Polantas Dilengkapi Rompi Anti-Peluru

Untuk itu, pihaknya berupaya untuk mengejar dan mempercepat proses sertifikasi tanah-tanah di Indonesia.

Ditargetkan, penyelesaian proses sertifikasi tersebut akan rampung pada tahun 2025 yang akan datang.

BACA JUGA: Oooh..Ternyata PPP Sudah Lama Terbelah Tiga

"Dicanangkan dalam RPJMN oleh presiden, pada tahun 2025 seluruh tanah di Indonesia akan tersertifikasi," katanya.

Menurutnya, salah satu kendala lambannya proses sertifikasi tersebut karena keterbatasan jumlah juru ukur yang ada. Disebutkan, sampai saat ini hanya ada sekitar dua ribu juru ukur.

BACA JUGA: Karier Bang Ruhut di Partai Demokrat Segera Tamat

"Oleh karena itu kita buka kesempatan untuk juru ukur swasta yang bersertifikat, karena tanpa adanya juru ukur swasta, tidak akan mampu. Kita juga sudah MoU dengan perguruan tinggi untuk penyediaan juru ukur," tambahnya.

Dikatakan, minimnya jumlah tanah yang belum tersertifikat menjadi salah satu bukti bahwa tanah belum dapat memberikan dan berfungsi membangun sektor perekonomian masyarakat. 

"Artinya, tanah sebagai fungsi ekonomi itu masih sangat jauh panggang dari api. Oleh karena itu kita sumpah serapah bagi petugas-petugas BPN yang mempersulit masyarakat membuat sertifikat," imbuhnya.

Apalagi, sambung dia, banyak potensi konflik yang terjadi karena permasalahan tanah.

"Tanah sesuai dengan konstitusi seharusnya dikuasai negara untuk rakyat, dimana rakyat menjadi subjek yang dimakmurkan. Celakanya tanah justru menjadi instrumen yang menciptakan kesenjangan, karena banyak pengusaha dan perusahaan yang kuasai tanah secara luas," tuturnya.

Lebih lanjut dirinya menegaskan bahwa permasalahan pertanahan di Indonesia disebabkan karena minimnya lahan yang dikelola untuk kesejahteraan rakyat. Pasalnya, kata dia, dalam Undang-Undang Kehutanan menyebutkan bahwa wilayah Indonesia yang masuk dalam kawasan hutan sebanyak 70 persen.

"Hanya 30 persen wilayah Indonesia yang dikelola untuk rakyat. Selebihnya, 70 persen masuk kategori hutan yang tidak bisa diganggu-gugat fungsinya. Itu dikunci dalam UU Kehutanan," tegasnya.

Untuk itu, perlu dilakukan evaluasi dan sinkronisasi antara UU Kehutanan dan UU Pokok Agraria. Sementara disadari bahwa keberadaan tanah tidak akan bertambah, sementara jumlah penduduk akan terus bertambah.‎ (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Kubu Romi Tak Merasa Ada Perpecahan di PPP


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler