Pemerintah Terus Dorong Integrasi Kebijakan Tata Kelola Kelapa Sawit yang Berkelanjutan

Jumat, 04 Oktober 2024 – 08:09 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan paparan di Seminar Policy Brief Peserta PKN Tingkat I Angkatan LX Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tahun 2024 yang berlangsung di Jakarta, Rabu (2/10). Foto: Dokumentasi Kemenko Perekonomian

jpnn.com, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan pemerintah terus mendorong integrasi kebijakan sebagai solusi tata kelola kelapa sawit yang berkelanjutan.

Menko Airlangga menyampaikan hal itu pada Seminar Policy Brief Peserta PKN Tingkat I Angkatan LX Lembaga Administrasi Negara (LAN) Tahun 2024 yang berlangsung di Jakarta, Rabu (2/10).

BACA JUGA: Sektor Perkebunan Sawit Rentan Alami Kecelakaan Kerja, BPJS Ketenagakerjaan Lakukan Langkah Ini

Dalam kesempatan itu, Menko Airlangga menyampaikan beberapa poin penting, yaitu antara lain dalam mengintegrasikan kebijakan tata kelola kelapa sawit yang berkelanjutan akan diterbitkan Peraturan Presiden (Perpres) tentang Strategi dan Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan (SANAS KSB) Tahun 2025-2029.

BACA JUGA: Demi Keberlanjutan Sawit Indonesia, Pemerintah Percepat Sertifikasi ISPO di Bunex 2024

Terkait kelembagaan yang menangani sektor kelapa sawit, pada 2015, pemerintah telah membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dengan Komite Pengarah yang terdiri dari delapan kementerian dan menjadi wadah merumuskan kebijakan terkait industri kelapa sawit dari hulu sampai hilir.

Selanjutnya, program mandatori biodiesel merupakan konsepsi nyata dari implementasi hilirisasi produk kelapa sawit.

BACA JUGA: Pemerintahan Prabowo-Gibran Diharapkan Memperkuat Daya Saing Sawit

Kebijakan biodiesel dimulai sejak 2009 dengan pembiayaan APBN, lalu sejak 2015 melalui pembiayaan BPDPKS.

Program B35 di 2023 telah berhasil mengurangi emisi gas rumah kaca sebesar 32,6 juta ton CO2.

Target volume penyaluran B35 pada 2024 sebesar 13,4 juta KL, dengan realisasi penyaluran 8,49 juta KL sampai Agustus 2024.

Sementara itu, mandatori B40 ditargetkan dimulai pada 2025, dengan penyaluran sebesar 16,08 juta KL dan potensi penghematan devisa sebesar Rp158,86 triliun.

“Karena pertama kita tidak ingin menggantungkan kepada impor solar, jadi memproduksi biofuel yang merupakan arahan Pemerintahan ke depan. Sekarang B35 diharapkan bisa ke B40, bahkan ke B100 walaupun dengan teknologi berbeda. Jadi, ini yang pemerintah akan terus dorong,” kata Menko Airlangga dalam keterangan resminya yang diterima, Jumat (4/10).

Lebih lanjut Menko Airlangga menyampaikan, pemerintah juga sedang dalam proses pengembangan palm kernel expeller (PKE) atau bungkil sawit yang berpotensi menjadi pakan ternak serta dapat diolah menjadi bioetanol yang diharapkan dapat masuk dalam daftar Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) Sustainable Aviation Fuel (SAF) yang diakui oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).

Saat ini, Kemenko Perekonomian telah membentuk Tim Percepatan Pemanfaatan PKE untuk Bahan Baku CORSIA SAF yang terdiri atas kementerian/lembaga terkait.

Dalam menjawab tantangan global atas produk-produk kelapa sawit yang berkelanjutan, terutama dalam menghadapi kebijakan European Union Deforestation-free Regulation (EUDR) yang akan diberlakukan pada akhir Desember 2024, pemerintah telah membangun Dasbor Nasional Data dan Informasi Komoditi Berkelanjutan Indonesia yang meliputi komoditas yang terdampak kebijakan EUDR, yaitu kelapa sawit, kakao, karet, kopi dan kayu.

“Salah satu komponen penting yang dipersyaratkan dalam EUDR adalah legalitas dan asal usul lahan perkebunan. Pada prinsipnya, informasi tersebut sudah dapat dipenuhi melalui Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) yang merupakan kewenangan dari Kementerian Pertanian,” ungkap Menko Airlangga.

Seperti diketahui, industri kelapa sawit merupakan salah satu komoditas strategis nasional yang menyumbang kurang lebih 42 persen dari total pasokan minyak nabati dunia dengan pangsa pasar Indonesia sekitar 60 persen dari pangsa pasar produsen CPO dunia.

Total nilai ekspor produk kelapa sawit Indonesia mencapai USD 40 miliar atau kurang lebih 14,2 persen total ekspor nonmigas Indonesia.

Selain itu, industri kelapa sawit menyerap tenaga kerja langsung sebanyak 2,4 juta pekebun swadaya dan tenaga kerja dan secara langsung dan tidak langsung sebanyak 16 juta tenaga kerja.

"Jadi, industri berkontribusi positif dalam pertumbuhan PDB di sektor perkebunan, di mana pada triwulan II-2024 bertumbuh positif di angka 5,05 persen,” papar Menko Airlangga dalam seminar tersebut.

Turut hadir dalam seminar tersebut antara lain Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Dida Gardera, Deputi Bidang Koordinasi Pengembangan Usaha BUMN, Riset, dan Inovasi Elen Setiadi, Plt Kepala LAN Muhammad Taufiq, dan para peserta PKN Tingkat I Angkatan LX Tahun 2024. (mrk/jpnn)


Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler