Pemerintah Thailand Akhirnya Minta Maaf atas Pembantaian Tak Bai

Jumat, 25 Oktober 2024 – 17:02 WIB
Umat Islam salat Idulfitri di Thai Islamic Center di Bangkok, Thailand, Minggu (24/5/2020). Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Athit Perawongmetha/foc

jpnn.com, BANGKOK - Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawatra menyampaikan permintaan maaf atas pembunuhan massal terhadap 78 warga Muslim yang dikenal sebagai "pembantaian Tak Bai" pada 2004 ketika ayahnya, Thaksin Shinawatra, berkuasa.

"Atas nama pemerintah, saya meminta maaf atas apa yang terjadi di Tak Bai 20 tahun lalu," kata Paetongtarn pada Kamis (24/10).

BACA JUGA: Rusia Tuduh Amerika Lindungi Dalang Pembantaian di Crocus

"Saya sampaikan belasungkawa kepada mereka yang terkena dampaknya."

Dia mengatakan uang ganti rugi telah dibayarkan kepada para keluarga korban.

BACA JUGA: Ketua Fraksi PKS: DK PBB Harus Menghentikan Pembantaian Israel terhadap Warga Gaza dan Rafah

"Saya berharap semua orang terus mengenang kekerasan yang terjadi dalam kasus Tak Bai. Tidak seorang pun ingin melihat insiden seperti itu terjadi lagi," kata Paetongtarn.

Dia meminta semua pihak, termasuk pemerintah, melakukan yang terbaik agar tragedi seperti itu tidak terjadi lagi.

BACA JUGA: Korban Pembantaian Eks TNI AD Yotam Bertambah Menjadi 13 orang

Pembantaian Tak Bai terjadi pada 25 Oktober 2004, setelah enam sukarelawan pertahanan desa di Provinsi Narathiwat, Thailand selatan, ditangkap pada 19 Oktober karena dicurigai menyerahkan senjata milik negara kepada pemberontak.

Penangkapan itu menyulut demonstrasi massal dan ratusan orang berkumpul di kantor polisi Tak Bai, yang berujung pada bentrokan dengan aparat keamanan.

Puluhan orang kemudian ditangkap dan dibawa ke pangkalan militer di Provinsi Pattani. Dalam perjalanan, 78 warga Muslim tewas akibat sesak napas setelah berdesak-desakan di dalam truk yang membawa mereka.

Thailand akan memperingati tragedi itu pada Jumat setelah statuta pembatasan (statute of limitations) kasus tersebut berakhir 20 tahun kemudian.

Dalam sistem hukum sipil, statuta pembatasan adalah tindakan legislatif yang menetapkan batas waktu maksimal bagi suatu kasus untuk diproses secara hukum.

Namun, ada permintaan agar pemerintah Paetongtarn mengeluarkan dekrit untuk memperpanjang statuta kasus tersebut.

Sejak peristiwa itu terjadi, tidak seorang pun menyerahkan diri, mengaku bertanggung jawab, dan ditangkap dalam kasus tersebut.

Komunitas Muslim Thailand dan para aktivis pada Rabu (23/10) melakukan aksi untuk mengenang tragedi tersebut dengan bersepeda melalui rute yang sama dengan rute truk yang membawa para korban. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler