JAKARTA - Peranan partai politik dalam sistem birokrasi di Indonesia terutama daerah sangat kuat. Saking kuatnya, pengangkatan jabatan di birokrasi pun ditentukan parpol.
"Birokrasi selalu menjadi "ATM" bagi parpol. Kepala daerah bisa semaunya menjalankan pemerintahan sesuai arah dan kebijakan parpol," ungkap Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Eko Prasojo di Jakarta, Senin (14/5).
Besarnya campur-tangan parpol dalam pemerintahan di daerah, menurut Eko, menjadi salah satu faktor semakin buruknya sistem birokrasi. Penentuan jabatan pun ditentukan berdasarkan suka dan tidak suka (like and dislike). Alhasil, PNS yang paling dirugikan karena harus bersikap 'asal bapak senang'.
"Siapa yang dekat kepala daerah (parpol), itu yang mendapat promosi duluan. Sebaliknya, yang tidak dekat meski mampu dan punya kompetensi justru dinon-jobkan," ujarnya.
Kondisi ini, tambahnya, hampir merata di seluruh daerah. Parpol lewat kepala daerah bisa menentukan orang-orangnya untuk duduk di jabatan strategis. Selain itu, program yang menguntungkan nasib parpol ke depan juga lebih diutamakan.
"Nepotisme dalam pengisian jabatan sudah menjadi bagian dari masalah birokrasi kita. Ini diperparah lagi dengan kuatnya tensi politik dalam birokrasi. Setiap periode, PNS menjadi terombang-ambing, apakah setiap pada pimpinan atau mengikuti kata hati (tidak berpihak)," tuturnya.
Untuk melindungi aparatur dari genggaman parpol, guru besar UI ini mengatakan, pemerintah telah mengaturnya dalam RUU Aparatur Sipil Negara (ASN). Selain itu, aturan penataan birokrasi juga akan diperketat dalam revisi UU 32 Tahun 2004 tentang Pemda.
"Dengan RUU ASN, PNS lebih diarahkan ke profesionalisme agar tidak bisa ditarik ke sana-sini oleh parpol lewat kada. Demikian juga kada tidak bisa sepenuhnya menguasai PNS secara utuh karena posisinya yang bukan pejabat pembina kepegawaian (PPK) lagi," tandasnya. (Esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Barang-barang Milik Korban juga Diidentifikasi
Redaktur : Tim Redaksi