Pemerintah Waspadai Pelemahan Ekonomi Tiongkok

Kamis, 24 November 2016 – 08:29 WIB
Sri Mulyani. Foto: JPNN

jpnn.com - JAKARTA – Pemerintah mewaspadai sejumlah faktor eksternal yang membawa sentimen negatif terhadap perekonomian dalam negeri pada tahun depan.

Gabungan faktor-faktor tersebut dapat mengakibatkan kondisi perekonomian nasional menjadi tidak menentu.

BACA JUGA: Jagoan Terbaru KIA Bisa Angkut 11 Penumpang

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan, saat ini perekonomian global masih terdampak sentimen negatif setelah Donald Trump terpilih sebagai presiden ke-45 Amerika Serikat.

Selain itu, perekonomian global terpengaruh keluarnya Inggris dari masyarakat ekonomi Uni Eropa (Brexit).

BACA JUGA: Depresiasi Rupiah Menuju Rp 15 Ribu

’’Ekonomi global masih lemah dan ada ketidakpastian karena pemilihan presiden di AS. Brexit juga terjadi sehingga ada pertempuran ide mengelola Brexit,’’ terang Sri Mulyani saat menjadi pembicara kunci outlook perekonomian Indonesia di Bursa Efek Indonesia kemarin (23/11).

Selain itu, mantan managing director World Bank tersebut menyebutkan dua sentimen negatif perekonomian global yang terjadi sejak beberapa tahun terakhir.

BACA JUGA: Pembangkit Mangkrak Jalan Lagi, 11 Proyek Tender Ulang

Pertama, pelemahan perdagangan internasional sejak sepuluh tahun silam.

Sebagai dampak krisis keuangan pada 2008–2009, perdagangan internasional tumbuh lebih lemah daripada perekonomian dunia.

’’Sekarang, itu (perdagangan internasional, Red) hanya tumbuh 1,5 persen saat global growth tumbuh tiga persen,’’ imbuh Sri Mulyani.

Imbasnya, negara-negara penghasil komoditas seperti Rusia, Afrika Selatan, dan Brazil mengalami pertumbuhan ekonomi negatif tahun lalu.

Bukan hanya eksportir komoditas, hampir semua negara yang mengandalkan volume perdagangan internasional tertekan.

Kondisi kedua adalah pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang kurang menggembirakan.

Tahun ini ekonomi Tiongkok tumbuh negatif dari 6,9 persen menjadi 6,7 persen. Implikasinya, ekspor-impor Tiongkok melemah sehingga berakibat pada kondisi perekonomian domestik.

’’Ada implikasi berupa pelemahan. Namun, kami tidak ingin mengatakan bahwa kami pesimistis,’’ tegasnya.

Meski kondisi ekonomi global masih rawan bergejolak, Sri optimistis pemerintah dan seluruh komunitas dunia usaha Indonesia mampu mengubah tantangan menjadi peluang.

Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Tito Sulistio optimistis kondisi perekonomian Indonesia lebih baik tahun depan.

Hal itu ditandai dengan pertumbuhan nilai dan volume transaksi di BEI yang lebih tinggi daripada pasar saham di Singapura dan Malaysia hingga kuartal ketiga tahun ini.

Pada tahun depan, pasar saham lebih bergairah karena program amnesti pajak.

Tito menyebutkan, potensi arus modal masuk ke Indonesia sepanjang 2017 mencapai Rp 212 triliun.

Bahkan, jika dihitung investasi domestik dan internasional, jumlahnya bisa melebihi Rp 1.000 triliun.

Perinciannya, reksadana diperkirakan tumbuh hingga Rp 18 triliun dan dana pensiun mencapai Rp 54 triliun.

Sementara itu, industri asuransi bisa mencapai Rp 85 triliun serta dana tax amnesty sekitar Rp 55 triliun. (dee/c22/noe/jos/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Jalur Ganda KA Lintas Selatan Jawa Selesai Kapan?


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler