Pemerintahan Jokowi-JK Belum Serius Bersihkan Mafia Gas

Jumat, 08 Januari 2016 – 15:45 WIB
Pemerintahan Jokowi-JK Belum Serius Bersihkan Mafia Gas

jpnn.com - JAKARTA - Pengamat migas dari IRESS Marwan Batubara mengatakan belum ada keseriusan yang ditunjukkan Pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) untuk membersihkan industri migas dari para mafia dan calo. 

Omongan ini didasari dengan langkah Kementerian ESDM yang kembali berkompromi dengan para trader dan calo gas dengan merevisi permen ESDM No 37 tahun 2015 yang baru diterbitkan 23 Oktober lalu.

BACA JUGA: Harga BBM Turun, Tapi Banyak Pembeli Kecele

Menurut Marwan, perubahan regulasi itu berimbas pada konversi energi ke gas bumi tidak akan berjalan sehingga Indoneisa akan terus tergantung dengan impor BBM.

"Pemerintah jangan sampai takut dengan trader gas meski mereka punya backing kuat di partai politik, lingkar kekuasaan. Mereka ini hanya pragmatis saja, tidak mau mengikuti sistem, tidak mau mengakui bahwa mekanisme trader berjenjang sangat merusak sistem dan merugikan konsumen," tegas Marwan, Jumat (8/1).

BACA JUGA: NTT Optimistis Hadapi MEA

Permen ESDM 37/2015 mengatur tentang Ketentuan dan Tata Cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan Serta Harga Gas Bumi. Dalam beleid itu sebelumnya telah diatur bahwa alokasi gas diprioritaskan diberikan kepada BUMN dan BUMD di mana lokasi tambang gas dilakukan.

Namun, langkah berani Kementerian ESDM tersebut mendapat perlawanan dari para calo gas yang selama ini  menguasai sektor hulu migas nasional. Para trader gas modal kertas yang telah menyebabkan harga gas ke konsumen semakin mahal ini terus membangun opini bahwa kebijakan ESDM dalam Permen 37/2015 tersebut akan mematikan  bisnis gas.

BACA JUGA: Kunjungan Wisman Anjlok, Wisatawan Nusantara Naik Tipis

“Seharusnya Menteri ESDM konsisten dengan aturan yang sudah benar itu (Permen 37/15). Jika terus mengikuti kemauan trader gas tanpa fasilitas, lalu apa bedanya pemerintahan Jokowi,” kata Marwan.

Marwan mengingatkan, sektor migas karena strategis harus dikuasai BUMN. Selama ini penguasaan justru oleh para trader sehingga jelas-jelas melanggar konstitusi.

"Penguasaan di trader ini melanggar konstitusi yang harusnya dikuasai BUMN karena gas sektor stategis. Trader boleh saja tapi harusnya tidak membuat rantai bertambah dengan menghalalkan segala cara lalu memaksakakan kepentingan mereka.

"Jangan sampai pemerintahan Jokowi lembek di hadapan calo gas atau trader ngga jelas karena akibat tindakan trader kertas seperti ini, infrastruktur tidak terbangun sehingga alokasi tidak tepat sasaran kemudian  harga di level konsumen sangat tinggi dan BUMN yang dimiliki negara dipaksa tidak mendapat alokasi gas," tegasnya. 

Sementara itu, Pakar energi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta  Fahmi Radhi menilai Permen ESDM No 37 tahun 2015 tersebut sejatinya merupakan penyempurnaan dari Pedoman Tata Kerja BP Migas No 29 Tahun 2009 (PTK 29) tentang Penjunjukkan dan Penjualan Gas Bumi / LNG / LPG Bagian Negara dan Permen ESDM No 03 Tahun 2010 tentang Alokasi dan Pemanfaatan Gas Bumi untuk Pemenuhan Kebutuhan Dalam Negeri.

"Permen ESDM No 37 salah satu tujuannya adalah untuk membatasi trader non-infra struktur, yang cendrung menjadi broker," tegas dia. 
 
Ia menilai, selama ini para broker gas atau calo gas itu sangat lihai memanfaatkan lemahnya aturan yang ada, sehingga dengan leluasa melakukan praktek penjualan bertingkat dengan modal alakadarnya, namun menuai margin niaga berlimpah, yang ujung-ujungnya membuat tingginya harga jual gas di konsumen.
Fahmi juga minta agar juga meminta agar pemerintah tidak gegabah dalam merevisi regulasi yang sudah benar seperti Permen 37/2015. Pasalnya sudah terbukti bahwa kehadiran trader gas tanpa fasilitas telah membuat pemanfaatan gas bumi berjalan ditempat.

Menurut Fahmi banyak perusahaan yang mendapat alokasi gas yang tidak membangun infrastruktur. Mereka hanya memanfaatkan jalur kekuasaan untuk mendapatkan untung besar tanpa memiliki fasilitas jaringan gas. Bahkan yang kini semakin terlihat, para calo gas ini menekan BUMN agar dapat menggunakan fasilitas BUMN untuk dapat menjual alokasi gas yang mereka peroleh.

"Jika calo gas masih diberi kebebasan mengatur pasokan gas, infrastruktur gas tidak akan pernah terbangun. BUMN yang akan terus dirugikan,” katanya.

Langkah para calo gas yang didukung oleh segelintir oknum pejabat di Kementerian ESDM untuk mendorong open access terhadap jaringan pipa milik BUMN akan berdampak buruk bagi peningkatan pemanfaatan gas bumi. Sebab, langkah itu hanya ulah dari para calo gas untuk meraih pasar yang sudah terbentuk. Seharunya setiap perusahaan yang mendapatkan alokasi gas  sudah memiliki pasar tersendiri, sehingga dampaknya akan sangat positif.

 “Isu open access adalah tipikal permainan para calo gas yang hanya ingin memanfaatkan jaringan dan pasar gas yang sudah terbentuk. Pemerintah jangan mudah terjebak permainan para calo dan berafiliasi dengan oknum kekuasaan dan birokrasi,” tandasnya. (jpnn) 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Bandara Abdulrachman Saleh Masih Lumpuh


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler