JAKARTA -- Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDI Perjuangan Eva Kusuma Sundari menegaskan, pernyataan yang dilontarkan calon hakim agung Daming Sunusi tidak menunjukkan empati terhadap isu perkosaan.
"Suatu pemikiran yang tidak agung, yang menunjukkan tidak ada empati terhadap isu perkosaan. Karena perkosaan menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendak sepihak," kata Eva, Selasa (15/1).
Seperti diketahui, saat uji kelayakan dan kepatuhan calon hakim agung di Komisi III DPR, Daming Sunusi menyebut kasus pemerkosaan yang sering kali terjadi, karena kedua belah pihak sama-sama menikmati. Oleh sebab itu, dia menilai tindakan kriminal seperti kasus perkosaan, tidak perlu dihukum mati.
"Dia tidak bisa menjadikan isu yang menjadi concern HAM global ini sebagai candaan karena eksesnya jiwa yang cacat atau trauma," kata Eva mengkritik.
Eva menilai Daming tidak siap menjadi hakim agung karena empati saja tidak mampu. "Karena lack sensitifitas, jadi akan gagal mendeliver keadilan sebagaimana amanat UU KDRT, UU HAM, UU Anti Diskriminasi terhadap Perempuan, UU Perlindungan Anak, bahkan UU Sistem Peradilan Anak atau UU Perdagangan Orang. Mindset nya sudah oppressive terhadap perempuan," kata Eva.
Meski demikian, ini problem struktural kelembagaan di Mahkamah Agung. Karena, Eva mengakui, juga mendapat mendapat laporan di Pengadilan Negeri Depok ada hakim perempuan yang menanyai korban dengan pertanyaan yang sama.
"Ini menunjukkan bahwa para hakim tidak pernah membaca produk UU yang berkaitan untuk menangani permasalahan gender. Apalagi roh, filosofi UU agar perempuan, anak bisa memeroleh keadilan," ujarnya.
Eva mengatakan, Ketua MA harus mengkondiser ini sebagai permasalahan serius karena mindset para hakim yang oppressive terhadap minoritas perempuan merupakan indikator pengadilan yang sexist juga. "Ini tragedi bagi perempuan dan anak," tegasnya. (boy/jpnn)
"Suatu pemikiran yang tidak agung, yang menunjukkan tidak ada empati terhadap isu perkosaan. Karena perkosaan menggunakan kekerasan untuk memaksakan kehendak sepihak," kata Eva, Selasa (15/1).
Seperti diketahui, saat uji kelayakan dan kepatuhan calon hakim agung di Komisi III DPR, Daming Sunusi menyebut kasus pemerkosaan yang sering kali terjadi, karena kedua belah pihak sama-sama menikmati. Oleh sebab itu, dia menilai tindakan kriminal seperti kasus perkosaan, tidak perlu dihukum mati.
"Dia tidak bisa menjadikan isu yang menjadi concern HAM global ini sebagai candaan karena eksesnya jiwa yang cacat atau trauma," kata Eva mengkritik.
Eva menilai Daming tidak siap menjadi hakim agung karena empati saja tidak mampu. "Karena lack sensitifitas, jadi akan gagal mendeliver keadilan sebagaimana amanat UU KDRT, UU HAM, UU Anti Diskriminasi terhadap Perempuan, UU Perlindungan Anak, bahkan UU Sistem Peradilan Anak atau UU Perdagangan Orang. Mindset nya sudah oppressive terhadap perempuan," kata Eva.
Meski demikian, ini problem struktural kelembagaan di Mahkamah Agung. Karena, Eva mengakui, juga mendapat mendapat laporan di Pengadilan Negeri Depok ada hakim perempuan yang menanyai korban dengan pertanyaan yang sama.
"Ini menunjukkan bahwa para hakim tidak pernah membaca produk UU yang berkaitan untuk menangani permasalahan gender. Apalagi roh, filosofi UU agar perempuan, anak bisa memeroleh keadilan," ujarnya.
Eva mengatakan, Ketua MA harus mengkondiser ini sebagai permasalahan serius karena mindset para hakim yang oppressive terhadap minoritas perempuan merupakan indikator pengadilan yang sexist juga. "Ini tragedi bagi perempuan dan anak," tegasnya. (boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dokter Dilarang Tanam Saham di Klinik
Redaktur : Tim Redaksi