Pemilih Foke Tradisional dan Ogah Berpikir

Senin, 16 Juli 2012 – 03:03 WIB
Foto: Indopos

JAKARTA - Hasil perhitungan cepat beberapa lembaga survei atas hasil pemungutan suara Pilgub DKI 2012 menempatkan pasangan Joko Widodo-Basuki T Purnama sebagai peraih suara terbanyak. Hasil ini berbanding terbalik dengan prediksi lembaga survei sendiri, yang sebelum hari pemilihan meramalkan pasangan Fauzi Bowo-Nachrowi Ramli sebagai pemenang.
   
Hasil ini menunjukan bahwa survei sangat kecil pengaruhnya terhadap keputusan pemilih. Alasannya diduga karena berubahnya perilaku pemilih ke arah yang semakin rasional sehingga sulit digiring oleh opini publik.
 
"Jokowi menang, koq bisa? Semua lembaga survei memenangkan Foke dan tak ada satu pun yang memenangkan Jokowi. Ini perilaku pemilih yang berubah, inilah pemilih yang rasional," kata Koordinator Nasional Jaringan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Yusfitriadi dalam acara diskusi di Galery Cafe, TIM Cikini, Jakarta Pusat Minggu (15/7).
 
Menurut Yusfitriadi, warga yang memilih pasangan Foke-Nara merupakan pemilih tadisional yang mudah untuk diarahkan oleh survei. Orang-orang ini menurutnya tidak punya alasan kuat dalam menentukan pilihan dan cenderung hanya ikut-ikutan saja. "Pemilih Foke itu pemilih tradisional yang mau digiring dan tak mau berpikir," ujar Yufitriadi.
 
Sedangkan untuk pemilih cagub Hidayat Nur Wahid, dikategorikan sebagai pemilih solid yang fanatik pada satu figur atau partai. PKS, partai pendukung Hidayat Nur Wahid, memang dikenal solid dan fanatik.

Sementara  untuk keempat cagub lainnya, Yusfitriadi menilai pemilih mereka adalah warga yang  ingin perubahan. "Pemilih yang ingin melakukan perubahan yang memilih empat kandidat lainnya," jelasnya.
 
Sementara Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Didik Supriyanto, mengatakan bahwa kekalahan Foke-Nara menunjukan bahwa peserta pemilu yang didukung sumber daya kuat belum tentu menang. Sebagai calon gubernur incumbent, Foke memiliki modal uang yang kuat, dukungan birokrasi dan jajaran pemerintahan, popularitas tinggi, serta pemanfaatan penyaluran APBD untuk promosi diri.

Namun semua hal yang dimiliki Foke menjadi sia-sia ketika pemilih menilai kinerja calon incumbent memburuk. "Hasil hitungan cepat Pilkada DKI Jakarta 2012 menunjukkan bahwa pemilih semakin rasional dan tidak segan menghukum peserta pemilu yang kinerja dan perilakunya buruk," papar Didik.
 
Menurut Didik, kemenangan Jokowi-Ahok atas Foke-Nara ditentukan oleh pemilih yang mengambangg atau swing voter. Berdasarkan survei jelang pemilihan, ada 30-40 persen warga yang belum menjatuhkan pilihannya.
   
"Ini jumlah signifikan, sehingga ketika mereka menjatuhkan pilihannya dalam bilik suara, pilihan mereka memenggaruhi pasangan calon mana yang memperoleh suara terbanyak," ujar Didik. (dil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Marzuki Usul Parpol Diizinkan Berbisnis


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler