jpnn.com, JAKARTA - Pemilih milenial Muhammadiyah total mendukung pasangan calon Jokowi - Maruf Amin. Dukungan mereka lebih besar dari dukungan pemilih milenial Nahdlatul Ulama (NU).
Hal itu tercermin dari hasil survei Indodata yang dilakukan 24 Maret 2019 hingga 7 April 2019. Jumlah responden 1.200 orang dan margin error 2,8 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
BACA JUGA: Coba Pak Prabowo Tunjukkan Di Mana Kebocoran Anggaran itu
Dalam survei tersebut, pemilih milenial Muhammadiyah dengan rentang usia 17-22 tahun sebanyak 62,50 persen mendukung pasangan Jokowi-Maruf, hanya 31,30 persen yang mendukung Prabowo-Sandi. Bandingkan dengan pemilih milenial NU sebanyak 28,90 persen mendukung pasangan Jokowi-Maruf dan sebanyak 71,10 persen menjatuhkan pilihannya ke Prabowo-Sandi.
BACA JUGA: Keluarga Chasan, Pendekar dan Ulama Banten Dukung Jokowi
BACA JUGA: Survei Pupkaptis : Prabowo - Sandi Ungguli Jokowi - Maruf
“Untuk massa NU yang mendukung pasangan Jokowi-Maruf Amin didominasi umur 23 tahun ke atas," ujar Direktuf Eksekutif Indodata, Danis Wahidin dalam rilis survei di Jakarta Pusat, Senin (8/4).
Danis mengatakan banyaknya kaum milenial yang memilih Jokowi karena mereka puas dengan kinerja pemerintah saat ini. “Tingkat kepuasan kinerja pemerintahan Jokowi-JK mencapai 66,0 persen," klaim Danis.
BACA JUGA: Pilpres Kian Dekat, Abah Maruf: Gas Pol
Tingkat kepuasan, kata Danis dirasakan hampir pada semua bidang pemerintahan. Kepuasan tertinggi dirasakan pada sektor ekonomi dengan 86.5 persen, bBidang pendidikan 85.0 persen, bidang kesehatan 84,8 persen, bidang keamanan dan hukum sebesar 83.7 pesen.
Danis melanjutkan, dukungan besar kaum milenial sejalan dengan elektabilitas Jokowi-Maruf Amin yang masih di atas Prabowo-Sandi. Survei Indodata menunjukkan elektabilitas Jokowi-Ma'rut sebesar 54.8 persen, Prabowo-Sandi 32.5% dan yang tidak menjawab sebanyak 12.7%.
"Jika dihitung tanpa pemilih undicide voter, elektabilitas Jokowi-Ma'ruf diprediksi 62.8% dan Prabowo-Sandi 37.2%," ungkapnya.
Danis menuturkan, dalam hasil survei yang dilakukan oleh Indodata juga menunjukkan jumlah masyarakat yang mengaku sebagai NU, Muhammadiyah dan lainnya meningkat 5% sampai 20%.
Keadaan ini memperlihatkan bahwa politik identitas islam berdampak pada asosiasi organisasi keagaaman muslim Indonesia.
"Pemilih muslim memiliki kakter inklusif karena mayoritas aktif pada organisasi lainnya selain organisasi keagamaan. Pemilih muslim Indonesia juga bersifat terbuka dengan mendukung demokrasi di Indonesia," ungkap Danis.
Sementara, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Ujang Komaruddin menilai, pemilih muslim menjadi magnet dalam Pemilu serentak 2019. Alasannya, islam menjadi pemilih mayoritas di negeri ini. Apalagi, saat ini isu anti islam sangat menguat dalam pemilu serentak ini.
"Bahkan kedua pasangan capres dan cawapres terus mengindentifikasi diri sebagai bagian dari umat islam," ujar Ujang
Ujang mencontohkan, saat kampanye akbar di Gelora Bung Karno (GBK) Minggu (7/4), kubu Prabowo-Sandi menggelar salat tahajud dan shubuh berjemaah.
“Begitu juga Jokowi saat berkunjung ke Papua beliau mencari musholla untuk sholat, bahkan menjadi imam,” ungkapnya.
Namun demikian, Ujang mengatakan, pemilih muslim itu cair. Sehingga, menjadi tugas dari dua pasangan calon (paslon) yang bertarung untuk menjelaskan gagasan terbaik sehingga bisa menarik pemilih muslim. Khususnya, bagi massa mengambang yang belum menentukan pilihan hingga saat ini. "Siapa yang gagasan paling menarik, itu yang akan dipilih mereka," pungkasnya.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Survei SCG: Jokowi â Maâruf Menang Besar di Surabaya - Sidoarjo
Redaktur : Tim Redaksi