Pemilih Pilkada Cukup Ber-KTP

Kamis, 14 Maret 2013 – 07:35 WIB
JAKARTA--Calon pemilih kini bisa lebih mudah menyalurkan suara saat pilkada. Sebab, Rabu (13/3) Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa warga yang tidak terdaftar dalam daftar pemilih tetap (DPT) bisa menggunakan hak pilihnya. Caranya, cukup dengan menunjukkan kartu tanda penduduk (KTP) dan kartu keluarga (KK).

Keputusan itu muncul setelah dua warga Cibubur, Kecamatan Ciracas, Jakarta Timur, yakni Mohammad Umar Halimuddin dan Siti Hidayawati, mengajukan uji materi alias judicial review atas UU No 32/2004 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). MK mengamini pemikiran mereka yang menganggap pasal 69 ayat 1 UU Pemda melanggar konstitusi.

"Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK Mahfud M.D. Alasan institusi penjaga konstitusi itu mengabulkan adalah pasal tersebut dianggap menghalangi hak pilih warga. Selama ini, dalam pilkada, hanya pemilih yang terdaftar di DPT yang boleh memberikan suara.

Pertimbangan MK juga merujuk pada putusan terdahulu, yaitu putusan MK No 102/PUU-VII/2009 tentang pasal 28 dan pasal 111 UU No 42/2008 tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). Menurut hakim konstitusi, permohonan uji materi atas pasal 69 ayat 1 UU Pemda secara substansial sama dengan UU Pilpres, yakni tentang Hak untuk Memilih.

Dalam putusan terdahulu, MK meminta KPU membuat aturan teknis yang memperbolehkan warga menggunakan KTP, paspor, KK, atau sejenisnya. Termasuk, putusan No 28/PHPU.D-VIII/2010 tentang Perselisihan Hasil Pilbup Gresik. Saat itu MK menyatakan, warga yang belum terdaftar dalam DPT bisa menggunakan KTP.

Namun, dia menegaskan bahwa hak pilih bagi warga yang menggunakan KTP hanya berlaku di TPS domisili. Artinya, hanya pemilih yang berada di RT/RW atau sesuai dengan alamat di dalam KTP. "Sebelum menggunakan hak pilihnya, yang bersangkutan mendaftarkan diri ke KPPS dulu," tambahnya.

Selanjutnya, warga akan menyalurkan suara dalam waktu sejam sebelum selesainya pemungutan suara di TPS. Khusus yang menggunakan paspor di panitia pemilihan luar negeri (PPLN) harus mendapat persetujuan dan penunjukan tempat pemberian suara dari PPLN setempat.

Mahkamah juga beranggapan bahwa masalah DPT kerap menjadi sengketa di MK. Padahal, dalam banyak putusan sengketa hasil pilkada, MK menyatakan, DPT bukanlah masalah yang berdiri sendiri. Itu terkait juga dengan persoalan pengelolaan data kependudukan yang masih belum selesai.

Kesalahan yang terjadi dalam penyusunan DPT adalah pencatatan dalam sistem informasi administrasi kependudukan  belum sempurna. Hakim Maria Farida juga menuturkan bahwa keputusan MK itu menjamin hak konstitusional warga negara dalam memilih.

Anggota KPU Arief Budiman menyatakan sependapat dengan putusan MK tersebut. Menurut Arief, putusan itu sedikit banyak sama dengan putusan soal polemik DPT menjelang pemungutan suara Pemilu Legislatif 2009. "Ini bagian dari perlindungan hak pemilih, saya setuju saja," ujarnya.

Meski begitu, Arief berharap agar masyarakat tetap antusias untuk ikut mendukung proses pemutakhiran data pemilih. Sebab, proses pemutakhiran itu menentukan banyak hal, mulai jumlah TPS hingga jumlah logistik pemilu. Sesuai dengan aturan pilkada, baik dalam UU Pemilu maupun UU Pemda, jumlah logistik pemilu dibatasi dalam jumlah tertentu. "Kalau masyarakat berpikir dengan hanya menunjukkan identitas saja, perhitungan logistik bisa meleset. Karena itu, pemilih harus tetap proaktif dalam proses pemutakhiran," tandasnya. (dim/bay/c10/agm)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hanya Enam Persen Kada Akur dengan Wakilnya

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler