ROMA - Protes kesetaraan gender mewarnai pemilihan Paus untuk menggantikan Paus Emeritus Benediktus XVI yang mundur beberapa waktu lalu. Semburan asap merah muda memenuhi udara di Roma di mana perempuan Khatolik menggelar aksi protes menyerukan kesetaraan perempuan dalam gereja.
Organisasi The Women"s Ordination Conference,telah melobi gereja selama lebih dari tiga dekade untuk menahbiskan perempuan dalam struktur gereja. Mereka menggelar protes di Piazza Garibaldi, Roma dan di lima lokasi Amerika Serikat, termasuk Washington serta San Francisco dengan menggunakan simbol warna-warni.
Anggota organisasi ini dan sekutunya berkumpul di pagi hari membawa simbol dan tabung diisi dengan asap merah muda, untuk dilepaskan ke udara. Asap adalah simbol bagaimana kardinal mengumumkan hasil pemungutan suara masing-masing selama konklaf yang dimulai Selasa sore. Sebuah cerobong asap di Kapel Sistina akan merilis asap hitam jika kardinal gagal mencapai konsensus dan asap putih jika mereka telah berhasil memilih pengganti Benediktus XVI.
Therese Koturbash yang menjadi duta internasional untuk Imam Perempuan di Gereja, mengenakan kemeja pink untuk protes dan mengangkat tabung dengan asap mengepul merah muda ke udara di belakangnya. Dia mengandalkan penalaran teologis dan akademis untuk meyakinkan otoritas keagamaan untuk memulai menahbiskan pendeta wanita.
Menurut CBC (12/3), protes asap merah muda di Roma dan seluruh AS untuk menekan Vatikan agar memulai menahbiskan perempuan dalam kesetaraan di Gereja sebagai Imam. "Asap merah muda adalah tanda kita tengah berkabung yang tidak mendapat suara dalam konklaf saat ini," katanya.
Dijelaskannya, penolakan Vatikan untuk menahbiskan imam wanita berarti umat Katolik telah merampas hak wanita menjadi iman. Saat ini, perempuan tidak dapat ditahbiskan untuk melayani sebagai imam, dan ada indikasi bahwa Paus berikutnya akan menggeser sikap gereja terhadap pentahbisan perempuan.
Dalam sebuah wawancara eksklusif, Kardinal Marc Ouellet dari Kanada yang merupakan salah satu kandidat kuat mengatakan isu imam wanita sangat penting. "Kepemimpinan Paus Benediktus menghasilkan langkah mundur yang signifikan bagi perempuan," kata direktur eksekutif organisasi The Women"s Ordination Conference Erin Saiz Hanna. (esy/jpnn)
Organisasi The Women"s Ordination Conference,telah melobi gereja selama lebih dari tiga dekade untuk menahbiskan perempuan dalam struktur gereja. Mereka menggelar protes di Piazza Garibaldi, Roma dan di lima lokasi Amerika Serikat, termasuk Washington serta San Francisco dengan menggunakan simbol warna-warni.
Anggota organisasi ini dan sekutunya berkumpul di pagi hari membawa simbol dan tabung diisi dengan asap merah muda, untuk dilepaskan ke udara. Asap adalah simbol bagaimana kardinal mengumumkan hasil pemungutan suara masing-masing selama konklaf yang dimulai Selasa sore. Sebuah cerobong asap di Kapel Sistina akan merilis asap hitam jika kardinal gagal mencapai konsensus dan asap putih jika mereka telah berhasil memilih pengganti Benediktus XVI.
Therese Koturbash yang menjadi duta internasional untuk Imam Perempuan di Gereja, mengenakan kemeja pink untuk protes dan mengangkat tabung dengan asap mengepul merah muda ke udara di belakangnya. Dia mengandalkan penalaran teologis dan akademis untuk meyakinkan otoritas keagamaan untuk memulai menahbiskan pendeta wanita.
Menurut CBC (12/3), protes asap merah muda di Roma dan seluruh AS untuk menekan Vatikan agar memulai menahbiskan perempuan dalam kesetaraan di Gereja sebagai Imam. "Asap merah muda adalah tanda kita tengah berkabung yang tidak mendapat suara dalam konklaf saat ini," katanya.
Dijelaskannya, penolakan Vatikan untuk menahbiskan imam wanita berarti umat Katolik telah merampas hak wanita menjadi iman. Saat ini, perempuan tidak dapat ditahbiskan untuk melayani sebagai imam, dan ada indikasi bahwa Paus berikutnya akan menggeser sikap gereja terhadap pentahbisan perempuan.
Dalam sebuah wawancara eksklusif, Kardinal Marc Ouellet dari Kanada yang merupakan salah satu kandidat kuat mengatakan isu imam wanita sangat penting. "Kepemimpinan Paus Benediktus menghasilkan langkah mundur yang signifikan bagi perempuan," kata direktur eksekutif organisasi The Women"s Ordination Conference Erin Saiz Hanna. (esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Argentina dan Inggris, Panas Karena Malvinas
Redaktur : Tim Redaksi