Pemilihan Perusahaan Penyewaan Pesawat Bukan Keputusan Direksi

Kamis, 30 Agustus 2012 – 16:51 WIB
JAKARTA - Dua saksi fakta dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Agung pada persidangan perkara korupsi penyewaan pesawat Merpati Nusantara Airlines (MNA) dengan terdakwa Hotasi Nababan dan Tony Sudjiarto di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (30/8). Namun dua saksi yang dihadirkan itu justru menjauhkan Hotasi dan Tony dari jeratan jaksa.

Dua saksi yang dihadirkan adalah Mohamad Avianto dan Mohamad Avianto dari tim pengadaan pesawat (procurement) PT MNA. Di hadapan majelis hakim yang diketuai Pangeran Napitupulu, baik Avianto maupun Bagus menganggap Merpati akan kesulitan jika menyewa pesawat mengacu dengan prosedur birokratis sistem tender.

Avianto menuturkan, posisi tawar Merpati di hadapan perusahaan penyewaan pesawat memang sangat lemah lantaran kondisi keuangan perusahaan yang sedang memburuk. "Tidak mungkin mengacu itu (prosedur pengadaan barang)," kata Avianto.

Meski demikian ditegaskannya pula, proses pengadaan dua unit pesawat jenis Boeing 737-400 dan 737-500 dilakukan secara terbuka. Dalam rangka pengadaan pesawat sewaan itu, Avianto pada 10 Januari 2006 memasang iklan di SpeedNews yang dikenal sebagai forum bisnis dan informasi seputar pesawat terbang.

Bagaimana dengan uang tunai sebesar USD 1 juta sebagai security deposit yang justru diserahkan ke rekening pengacara Hume Associates selaku pihak ketiga? Menurut Avianto, merupakan hal lazim jika security deposit diserahkan ke lawyer.  "Agar lebih secure (aman). Kalau ingkar janji, itu masalah lain," ucapnya.

Meski demikian ditegaskannya bahwa selama Hotasi menjabat Dirut, MNA melakukan pengetatan anggaran. "Cost pun dihemat. Perjalanan Dinas untuk inspeksi (pemeriksaan pesawat) saja paling banyak dua orang," tuturnya.

Hanya saja, kata Avianto, MNA memang mengincar jenis Boeing B737 Classic Family itu. Alasannya, karena dua pesawat yang akan disewa tersebut memang menjanjikan dari sisi komersil. "Hampir seluruh karyawan Merpati seperti perusahaan penerbangan lainnya menginginkan tipe ini waktu itu karena efisien dan lebih baru," ucapnya.

Dikatakannya pula, keputusan untuk memilih perusahaan penyewa pesawat juga bukan keputusan direksi. "Itu murni direkomendasi oleh tim setelah dilakukan proses pencarian," ucapnya.

Di bagian lain, Avianto menegaskan bahwa Merpati selalu membayar security deposit untuk sewa pesawat sebelumnya dalam cash karena reputasi keuangan Merpati yang sangat buruk, bahkan ada Lessor meminta security deposit sebesar 10 kalo biaya sewa bulanan.

Hal serupa juga dikatakan Bagus Panuntun. Menurutnya, Direksi tak pernah mengarahkan tim untuk memilih perusahaan tertentu. "Setahu saya Direksi tidak pernah mempengaruhi atau mengarahkan tim procurement," ucapnya.

Ia justru mengatakan, sebenarnya hal yang wajar jika ada perubahan tentang tipe pesawat yang akan disewa MNA. "Karena tidak ada yang ganjil dari sisi bisnis selama tipe itu lebih baik," ucapnya.

Sebelumnya diberitakan, JPU Kejagung mendakwa Hotasi dan Tony telah korupsi USD 1 juta terkait penyewaan dua unit pesawat dari Thirdtone Aircraft Leasing Group (TALG) Washington DC pada 2006. Alasannya, karena Merpati telah mengeluarkan dana USD 1 juta namun pesawat yang akan disewa dari TALG masih dimiliki dan dikuasai oleh pihak lain, yaitu East Dover Ltd.

JPU, menganggap perbuatan terdakwa Hotasi selaku Dirut MNA membayarkan security deposit secara cash USD 1 juta telah memperkaya TALG dan mengakibatkan kerugian negara USD 1 juta. Karenanya Hotasi dan Tony dijerat dengan pasal 2 ayat (1)  juncto pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.(ara/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Hartati Selipkan Surat Permohonan Ke KPK

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler