JAKARTA - Anggota Komisi V DPR, Sigit Sosiantomo meminta pemilik perusahaan bus Mustika Mega Utama menanggung seluruh biaya perawatan dan menyantuni seluruh korban kecelakaan Mustika Mega Utama di Ciloto, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Sebagaimana yang telah terjadi, bus Mustika Mega Utama bernomor polisi F 7263 K, menabrak tebing di Jalur Cianjur-Bogor, Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Rabu (27/2). Korban 17 orang meninggal dunia, 27 luka berat, dan 23 luka ringan.
Permintaan tersebut menurut Sigit Sosiantomo, sesuai UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (LLAJ), khususnya Pasal 188, 234, dan 235, yang substansinya perusahaan angkutan umum dan pengemudi wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat terjadinya kecelakaan.
"Bertanggung jawab itu adalah perintah undang-undang. Jadi tidak ada alasan bagi perusahaan angkutan untuk tidak menanggung seluruh biaya perawatan dan santunan bagi korban kecelakaan," kata Sigit Sosiantomo, dalam rilisnya, Jumat (1/3).
Salah satu cara bentuk tanggung jawab perusahaan angkutan lanjutnya, dimulai dengan mematuhi UU Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya yang mewajibkan setiap perusahan angkutan umum ikut asuransi.
"Jika korban meninggal dunia misalnya, pengemudi, pemilik, dan perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan atau pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana. Korban juga berhak mendapatkan santunan asuransi sebagaimana diatur dalam Pasal 240 UU LLAJ," ungkapnya.
Berdasarkan pengamatan lapangan, saat Sigit mengunjungi tempat kejadian perkara dan korban (Kamis 28/2), dia duga kecelakaan terjadi akibat lemahnya pengawasan pemerintah setempat terhadap para operator angkutan umum karena dalam kurun waktu satu tahun belakangan ini, telah terjadi enam peristiwa kecelakaan di Jalur Puncak, Jawa Barat dengan korban 34 meninggal dunia, 41 alami luka berat, dan 85 orang lainnya luka ringan.
"Sementara di lokasi yang sama (Desa Ciloto,red) pada 1999 juga telah terjadi kecelakaan bus Turangga dengan korban jiwa sebanyak 59 orang. Dari kejadian kecelakaan yang berulang tersebut harus disadari bahwa analisa lingkungan dalam pembangunan jalan sangat penting untuk dilakukan," imbuhnya.
Terakhir dia menagih program aksi 'Zero to accident' yang dijanjikan Kementerian Perhubungan. Menurut dia, program itu dasarnya instruksi Presiden SBY untuk menihilkan angka kecelakaan. "Kian banyaknya peristiwa kecelakaan, indikasi bahwa Kementerian Perhubungan tidak serius menjalankan perintah presiden untuk menekan kecelakaan hingga nol," tegasnya. (fas/jpnn)
Sebagaimana yang telah terjadi, bus Mustika Mega Utama bernomor polisi F 7263 K, menabrak tebing di Jalur Cianjur-Bogor, Desa Ciloto, Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, Rabu (27/2). Korban 17 orang meninggal dunia, 27 luka berat, dan 23 luka ringan.
Permintaan tersebut menurut Sigit Sosiantomo, sesuai UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya (LLAJ), khususnya Pasal 188, 234, dan 235, yang substansinya perusahaan angkutan umum dan pengemudi wajib bertanggung jawab atas kerugian yang diderita akibat terjadinya kecelakaan.
"Bertanggung jawab itu adalah perintah undang-undang. Jadi tidak ada alasan bagi perusahaan angkutan untuk tidak menanggung seluruh biaya perawatan dan santunan bagi korban kecelakaan," kata Sigit Sosiantomo, dalam rilisnya, Jumat (1/3).
Salah satu cara bentuk tanggung jawab perusahaan angkutan lanjutnya, dimulai dengan mematuhi UU Lalu Lintas Angkutan Jalan Raya yang mewajibkan setiap perusahan angkutan umum ikut asuransi.
"Jika korban meninggal dunia misalnya, pengemudi, pemilik, dan perusahaan angkutan umum wajib memberikan bantuan kepada ahli waris korban berupa biaya pengobatan dan atau pemakaman dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana. Korban juga berhak mendapatkan santunan asuransi sebagaimana diatur dalam Pasal 240 UU LLAJ," ungkapnya.
Berdasarkan pengamatan lapangan, saat Sigit mengunjungi tempat kejadian perkara dan korban (Kamis 28/2), dia duga kecelakaan terjadi akibat lemahnya pengawasan pemerintah setempat terhadap para operator angkutan umum karena dalam kurun waktu satu tahun belakangan ini, telah terjadi enam peristiwa kecelakaan di Jalur Puncak, Jawa Barat dengan korban 34 meninggal dunia, 41 alami luka berat, dan 85 orang lainnya luka ringan.
"Sementara di lokasi yang sama (Desa Ciloto,red) pada 1999 juga telah terjadi kecelakaan bus Turangga dengan korban jiwa sebanyak 59 orang. Dari kejadian kecelakaan yang berulang tersebut harus disadari bahwa analisa lingkungan dalam pembangunan jalan sangat penting untuk dilakukan," imbuhnya.
Terakhir dia menagih program aksi 'Zero to accident' yang dijanjikan Kementerian Perhubungan. Menurut dia, program itu dasarnya instruksi Presiden SBY untuk menihilkan angka kecelakaan. "Kian banyaknya peristiwa kecelakaan, indikasi bahwa Kementerian Perhubungan tidak serius menjalankan perintah presiden untuk menekan kecelakaan hingga nol," tegasnya. (fas/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Solar Langka di Sumatera Barat
Redaktur : Tim Redaksi