Para petani menolak permintaan serikat buruh untuk menaikkan jumlah minimum gaji per jam bagi pemetik buah dan pekerja musiman.

Serikat Buruh Australia (AWU) hari Rabu lalu mengumumkan bahwa pihaknya akan mengajukan permintaan ke Komisi Pekerja Adil (FWC) dan memohon untuk mengubah aturan hortikultura demi memastikan bahwa pekerja menerima gaji minimal sebesar A$24,80 (Rp265 ribu) per jam.

BACA JUGA: Murdoch University Tetap Lanjutkan Program Bahasa Indonesia, La Trobe Belum Jelas

Sekretaris nasional AWU, Daniel Walton mengatakan bahwa bukti pemberian upah di bawah standar oleh perusahaan pemasok pekerja telah bertambah dari waktu ke waktu.

Menurutnya, bukti yang ada juga menunjukkan lemahnya perlindungan bagi pekerja sehingga aturan mengenainya harus ditambahkan dalam hukum.

BACA JUGA: Sydney Catat Kasus Baru COVID-19 Setelah 13 Hari Tak Ada Penularan Lokal

Walau demikian, kelompok advokat petani, FNQ Growers mengatakan, penetapan harga terendah di bawah harga per buah, di mana pekerja dibayar berdasarkan jumlah buah atau sayur yang mereka petik, secara efektif menyamakannya dengan tingkat penghargaannya.

Presiden FNQ Growers yang juga petani mangga, Joe Moro, mengatakan bahwa banyak petani lebih memilih untuk membayar per buah.

BACA JUGA: Menlu Retno Keluarkan Seruan untuk Australia dan Timor Leste

"Pada akhirnya, tujuan dari dari pembayaran per buah adalah untuk memberikan penghargaan untuk pekerja yang bekerja paling efisien dengan bayaran yang lebih tinggi, dan upah yang lebih rendah bagi yang tidak efisien," katanya.

"Jadi, menetapkan harga terendah bertentangan dengan tujuan dari menetapkan harga per buah ... dan kami tidak mendukungnya." Photo: Joe Moro mempertanyakan ajuan untuk mengubah hukum hortikultura. (Supplied: Facebook)

 

Ia mengaku sering mendapat pertanyaan dari para pekerjanya di kebun mangga, tentang bagaimana mereka "lebih suka dibayar per buah karena bekerja lebih cepat dari yang lain".

"Menurut saya ini adalah apa yang dibutuhkan ketika [seseorang] pergi dan bekerja di kebun, bahwa ada beberapa pilihan berbeda." Photo: Pemilik kebun mengatakan pembayaran per buah memberikan penghargaan bagi pekerja cepat. (ABC Rural)

  Konsultasi industri diperlukan

Wakil eksekutif Citrus Australia, Nathan Hancock, mengatakan bahwa industri seharusnya dimintai pendapat jika ada keinginan untuk mengubah aturan hortikultura.

"Saya ingin melihat bagian yang lebih detil dari hal ini, tapi kami juga tidak ingin ada perubahan yang merampas produktivitas," katanya.

Nathan mengatakan jika keseimbangan pembayaran tidak tercapai, efektivitas dalam perkebunan juga akan terpengaruh.

"Saya pikir banyaknya masalah yang dilaporkan saat ini disebabkan oleh perilaku buruk dalam sektor perekrutan tenaga kerja," katanya.

"Saya tidak menuduh semua orang melakukan hal yang sama, namun ketika ada situasi saat negara bagian memiliki aturan berbeda atau tidak ada aturan sama sekali terkait perusahaan pemasok tenaga kerja, ada celah untuk eksploitasi."

Menurutnya, cara mengatasi hal ini adalah dengan menggunakan skema izin mempekerjakan buruh nasional.

Walau AWU mengatakan bahwa ketaatan dan eksploitasi "tidak dipedulikan" dalam industri hortikultura, Nathan sangat berhati-hati.

"Ada banyak, banyak orang di luar sana yang bekerja dengan senang hati di bidang hortikultura dan perkebunan, bekerja dengan bayaran per jam atau per buah, dan tetap mau bekerja sebab dibayar sebagaimana mestinya," katanya.

"Malah, mereka dibayar dengan sangat baik." Beban bayaran minimum

Di West, sebuah kebun stroberi kecil di Sunshine Coast, mempekerjakan sekitar enam karyawan tetap dan 120 karyawan musiman di musim dingin dan semi.

Ia yakin bahwa bayaran minimum per jam akan menimbulkan beban tidak adil bagi petani, sehingga berdampak pada kenaikan harga bagi pembeli.

"Jika saya melihat seseorang yang datang dan tidak tertarik untuk bekerja, dan hanya datang demi memenuhi kewajiban pada biro pekerjaan atau alasan lainnya, saya tidak merasa harus mensubsidi mereka karena mereka tidak terlihat antusias," katanya.

Ia mengatakan butuh waktu tiga minggu bagi pekerja baru untuk bisa bekerja dengan cepat, dan mempertanyakan mengapa biro pemberi kerja dibayar sangat besar untuk mempekerjakan orang.

"Ada banyak miliarder dalam industri pemberi kerja," katanya.

"Kita harus bertanggung jawab atas risiko mempekerjakan seseorang dan segala bebannya."

Menurutnya, jika serikat buruh ingin agar upah minimum diberlakukan, diperlukan adanya bantuan pemerintah dengan pelatihan. Photo: Di West mengatakan nilai pembayaran minimal dapat membebankan petani dan menaikkan harga pembeli. (ABC Rural: Jennifer Nichols)

 

Di mengatakan, dengan upah per buah, pekerja yang lebih cepat dapat memperoleh A$40 (Rp400 ribu) per jam, dan ia telah menjanjikan pada pekerjanya bahwa bila mereka akan mendapatkan kenaikkan gaji ketika sudah bekerja cepat.

"Ketika melihat seseorang dengan antusiasme dan usaha, saya akan memberi penghargaan," katanya.

"Dengan menunjukkan hal ini di depan semua pekerja, mereka akan belajar bahwa yang bekerja keras akan mendapatkan insentif, sehingga mereka akan bekerja dengan baik."

Diproduksi oleh Natasya Salim dari artikel dalam bahasa Inggris yang bisa dibaca di sini.

Ikuti berita seputar pandemi dan lainnya di ABC Indonesia.

BACA ARTIKEL LAINNYA... Indonesia Kini Termasuk Negara yang Gratiskan Vaksin COVID-19 Untuk Rakyatnya

Berita Terkait