Pemilik Suket Boleh Nyoblos di Pilkada 2018

Jumat, 08 Desember 2017 – 21:25 WIB
Kotak suara untuk Pilkada. Ilustrasi Foto: dok.JPNN.com

jpnn.com, SURABAYA - Masih banyak pemilih untuk pemilu yang belum mendapatkan KTP elektronik.

Karena itu, untuk pilkada, Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyatakan masih bisa menggunakan surat keterangan (suket) sementara.

BACA JUGA: Jangan Menggelembungkan Dana Hibah dan Bansos Jelang Pilkada

Tetapi, keringanan itu tidak berlaku untuk Pemilu 2019.

Komisioner KPU Jatim Choirul Anam menjelaskan, KPU saat ini masih memfasilitasi verifikasi faktual pemilih.

BACA JUGA: Emil Dardak Minta Tim Suksesnya Tak Gunakan Segala Cara

Dalam sosialisasi tahapan Pemilu 2019 di Hotel Santika, Pandegiling, dia menyampaikan bahwa sempat ada perbedaan pendapat antara KPU dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

''Dalam UU, diwajibkan punya KTP elektronik. Tapi, kami sudah konsultasikan bahwa KPU akan tetap menerima pemilih meski belum memegang KTP elektronik,'' jelasnya.

BACA JUGA: Kapolri Minta ASN Jaga Netralitas Saat Pilkada

Namun, aturan UU itu hanya berlaku untuk Pilkada Serentak 2018.

Setelah blangko KTP elektronik tersedia, ucap dia, masyarakat harus segera mengurus administrasi supaya bisa menggunakan hak pilih dalam Pemilu 2019.

''Tidak ada toleransi lagi,'' katanya.

Dalam sosialisasi yang diadakan KPU Surabaya kemarin, Anam juga menjelaskan kembali tentang aplikasi-aplikasi yang disediakan KPU.
Antara lain, sistem informasi data pemilih (sidalih). Dengan sidalih, setiap pemilih bisa mengetahui di tempat pemungutan suara (TPS) mana mereka terdaftar.

Selain itu, dengan sidalih, sulit terjadi penggelembungan daftar pemilih tetap (DPT).

''Berbeda dengan Pemilu 2014, sekarang tidak ada lagi penggelembungan DPT,'' ucapnya.

Pada Pemilu 2019, tutur dia, KPU pusat menentukan setiap TPS bisa menampung sekitar 300 pemilih terdaftar.

Jumlah itu lebih sedikit daripada pemilu sebelumnya yang bisa mencapai 500 pemilih per TPS. Otomatis, jumlah TPS bakal bertambah.

''Ada sekitar 120 ribu TPS di Jatim,'' jelasnya.

Jumlahnya naik hampir dua kali lipat daripada Pilkada Serentak 2018 yang hanya 64.048 TPS.

Hal tersebut tentu berimplikasi pada jumlah pengawas yang dibutuhkan.

Namun, KPU melihatnya sebagai langkah positif. Sebab, semakin banyak tenaga yang dibutuhkan sebagai panitia pemungutan suara (PPS), partisipasi masyarakat bakal meningkat.

Itu juga sejalan dengan keinginan KPU dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk menggalakkan pengawasan partisipatif.

Di sisi lain, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih Rakyat (JPPR) Sunanto berpendapat, tantangan besar penyelenggara bukan lagi masalah prosedur.

''Secara prosedur, sudah selesai. Yang menjadi masalah adalah hasilnya,'' ungkapnya.

Adanya sengketa setelah pengumuman pemenang sangat mungkin terjadi.

Terutama jika masyarakat maupun partai politik masih permisif terhadap praktik-praktik seperti money politics.

Menurut Sunanto, masyarakat perlu diingatkan kembali soal fungsi pengawasan pemilu.

Tugas itu bukan hanya di tangan Bawaslu, tetapi juga masyarakat sebagai pemilik kedaulatan.

''Harus ada pendidikan sehingga masyarakat bisa menjalankan fungsi pengawasan. Bawaslu nanti hanya sebagai penegak hukum,'' tuturnya. (deb/c20/oni/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Nasdem Percaya Diri Menang Pilkada di Jateng


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler