Pemilu Hong Kong Resmi Ditunda Setahun, Akal-akalan Tiongkok?

Jumat, 31 Juli 2020 – 22:54 WIB
Chief Executive Hong Kong Carrie Lam menyampaikan permintaan maaf kepada rakyat, Selasa (18/6). Foto: Reuters

jpnn.com, HONG KONG - Pemimpin Hong Kong Carrie Lam mengumumkan bahwa pemilihan dewan legislatif yang dijadwalkan pada 6 September 2020 akan ditunda selama setahun karena jumlah pasien positif COVID-19 di kota terus naik.

Kebijakan itu pun jadi pukulan telak bagi kelompok prodemokrasi yang berharap dapat menghimpun banyak dukungan saat pemilihan umum.

BACA JUGA: UU Represif Tiongkok Berlaku, Polisi Hong Kong Sikat Lembaga Survei

Kelompok prodemokrasi yang menjadi oposisi otoritas setempat berharap menang pemilihan Dewan Legislatif, meskipun mereka hanya memperebutkan setengah dari total kursi lewat pemilihan langsung.

Pasalnya, separuh dari total kursi Dewan Legislatif Hong Kong diisi oleh mereka yang ditunjuk oleh Pemerintah Tiongkok.

BACA JUGA: Tiongkok Makin Brutal, Australia Beri Kemudahan Bagi Warga Hong Kong Jadi Penduduk Tetap

Penundaan itu diumumkan Lam setelah otoritas setempat mendiskualifikasi 12 kandidat pro demokrasi dari pemilihan Dewan Legislatif. Pemerintah beralasan belasan kandidat itu dicurigai punya niat makar, visi yang berseberangan dengan Undang-Undang Keamanan Baru dan tujuan kampanye kelompok mayoritas.

Lam, yang belum mengumumkan tanggal pengganti, mengatakan langkah itu merupakan keputusan tersulit yang ia buat dalam tujuh bulan terakhir. Kebijakan itu bertujuan melindungi kesehatan masyarakat Hong Kong, kata dia.

BACA JUGA: Australia Tawarkan Izin Tinggal kepada Warga Hong Kong, Tiongkok Membalas dengan Ancaman Mengerikan

Pemilihan Dewan Legislatif itu akan jadi pemilu pertama yang digelar di Hong Kong, sejak Tiongkok memberlakukan UU Keamanan Baru pada akhir Juni. Sejumlah pihak meyakini UU itu bertujuan menekan oposisi di Hong Kong, kota paling bebas di Tiongkok.

Inggris mengembalikan Hong Kong ke Tiongkok pada 1997 dengan jaminan kota itu akan memiliki otonomi. Namun, kelompok oposisi berpendapat UU baru itu mengancam jaminan tersebut, bahkan menempatkan Hong Kong pada kekuasaan otoriter.

Berita penundaan disiarkan ke publik saat masa pendaftaran calon kandidat Dewan Legislatif ditutup.

Otoritas di Hong Kong mengumumkan lebih dari 3.000 orang positif COVID-19 sejak Januari 2020. Jumlah itu jauh lebih rendah dari angka pasien positif di sebagian besar kota besar lainnya.

Namun dalam 10 hari terakhir, jumlah pasien positif baru terus naik tiap harinya, bahkan angka kasus baru mencapai tiga digit.

Pemerintah pun menetapkan hanya dua orang yang diperbolehkan berkumpul demi mencegah penularan penyakit.

Kepolisian menggunakan aturan itu untuk menolak pengajuan izin demonstrasi dalam beberapa bulan terakhir. Langkah itu efektif mencegah masyarakat Hong Kong menggelar aksi unjuk rasa besar.

Otoritas kota bersikukuh kebijakan itu dibuat atas alasan kesehatan masyarakat dan tidak didorong motif politik.

Sementara itu, Singapura tetap menggelar pemilihan umum pada bulan ini di tengah pandemi.

Setidaknya sejak Februari 2020, 68 negara dan wilayah menunda penyelenggaraan pemilihan umum karena adanya pandemi, kata International Institute for Democracy and Electoral Assistance (IDEA), organisasi antarpemerintah yang berpusat di Australia. (ant/dil/jpnn)


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler