JAKARTA - Calon pemimpin muda mulai bermunculan. Mereka dinilai bisa menggantikan wajah-wajah lama pemimpin Indonesia. Sayang, tak sedikit di antara mereka mengalami kecelakaan politik baik di tingkat daerah dan nasional.
’’Padahal negara ini butuh penyegaran kepemimpinan dan harapan dari generasi muda. Tapi banyak persoalan yang menimpa dirinya,’’ kata senator asal Provinsi Sumatera Barat Alirman Sori dalam Talk Show DPD RI Perspektif Indonesia bertema Regenerasi dan Estafet Kepemimpinan Nasional di Gedung DPD RI, Jakarta, (25/5).
Selain itu, Alirman menilai, generasi tua tidak punya jiwa keikhlasan untuk melepas kekuasaannya kepada yang muda. Tentunya kebiasaan ini harus distop, jangan sampai menjadi kultur bangsa Indonesia. ’’Ini menjadi kewajiban kita bersama-sama atau semua stakeholder untuk menstop regenerasi dan estafet kepemimpinan Indonesia,’’ ujar dia.
Bangsa ini lanjut dia, telah tercermin regenerasi kepemimpinan lebih dari 10 tahun karena semua berawal dari masa orde lama dan orde baru. ’’Namun dengan adanya zaman reformasi ini, tidak ada lagi wajah lama yang ingin mencalonkan diri melebihi 10 tahun,’’ terang dia.
Sementara itu, pengamat politik dari UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Bahtiar Effendy menganggap, sampai saat ini pemimpin bangsa untuk masa depan baik muda atau tua tidak ada bedanya. ’’Bahkan yang tua belum tentu bagus,’’ terang dia.
Meskipun, sambungnya, generasi tua punya investasi, pengalaman, kematangan, dan modal namun masih saja tergelincir berbagai persoalan. Sedangkan yang muda, belum memiliki pengalaman dan kematangan bertindak. ’’Tapi biasanya kesalahan generasi tua diulang di generasi muda,’’ imbuh Effendy.
Effendy berpersepsi, pemimpin generasi muda sudah kelihatan sosok kepemimpinannya di daerah seperti gubernur, bupati, dan walikota dengan kepemimpinan yang cukup. Namun, calon pemimpin daerah baru 5 tahun sudah ingin buru-buru ke Jakarta. ’’Ini merupakan ketidaksabaran, dia harus tes dulu di daerah,’’ ucap dia.
Menurut Effendy, sebenarnya bangsa Indonesia bukan menginginkan pemimpin muda atau tua, tetapi pemimpin yang sungguh-sungguh memperlakukan jabatan sebagai amanah, memperlakukan jabatan sebagai komoditi dan tidak memberlakukan jabatan publik sebagai melamar pekerjaan. ’’Jangan seperti anggota DPR, berbondong-bondong melamar menjadi anggota. Ini kan seperti melamar pekerjaan,’’ katanya.
Di tempat sama, Budayawan Radhar Panca Dahana menambahkan, selama ini rakyat Indonesia hanya bisa bermimpi mencari pemimpin yang baik. Sebab, sekarang semua calon sudah dikendalikan partai. ’’Bila kita lihat selama ini calon pemimpin hanya mengobral janji seperti pekerjaan sales,’’ unkap dia.
Jika seperti itu, tegas dia, bangsa Indonesia tidak akan pernah menemukan calon pemimpin yang baik. Sebab, calon pemimpin tak pernah memikirkan rakyatnya, hanya mementingkan partai atau kekuasaan. Karena itu, sistemnya harus diubah. Bangsa ini harus mengubah sistem atau kultur kebiasaan. Bahkan kultur agama saja sekarang ini tidak dianggap dalam berpolitik. ’’Dalam politik kita tidak pernah melihat calon pemimpin yang memiliki kultur, contohnya pemilu masih 2 tahun lagi namun promosinya sudah mulai sekarang,’’ tegas dia. (fdi)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Abraham Samad Gerah Disebut jadi Pendukung Jokowi
Redaktur : Tim Redaksi