Pemkab Bantah Gagal Bina RSBI

Kamis, 16 Februari 2012 – 07:43 WIB

SAMPIT – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kotawaringin Timur (Kotim) menolak keras disebut gagal dalam membina rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) di wilayahnya. Pembinaan terhadap RSBI selama ini diklaim sukses, bahkan mampu menjadi SBI dalam setahun kedepan, sesuai batas waktu yang diberikan untuk RSBI.

“RSBI yang ada ini sudah hampir SNP (Standar Nasional Pendidikan). Memang, kendala itu ada, namun tidak terlalu besar, jadi jangan dibesar-besarkan (kendala yang ada). Kami optimis RSBI betul-betul jalan dan dapat menjadi SBI,” kata Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kotim Agus Suryo Wahyudi kepada Radar Sampit, Rabu (15/2).

RSBI di Kalteng sebelumnya dikabarkan terancam dibatalkan. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (kemendikbud) berniat mencabut subsidi anggaran, apabila dalam dua tahun kedepan Dinas Pendidikan maupun pihak sekolah belum melakukan pembenahan.

Semua sekolah RSBI dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA), dinilai belum ada yang memenuhi kriteria sesuai peraturan Mendikbud Nomor 78 tahun 2009 tentang penyelenggaraan SBI.

Agus menuturkan, RSBI yang ada di Kotim saat ini hanya ada satu, yakni, SMP Negeri 1 Sampit. Pihaknya terus memberikan pembinaan terhadap sekolah tersebut dari berbagai segi agar memenuhi kriteria SBI. Meski belum sepenuhnya memenuhi syarat, namun, dia optimistis semua persyaratan itu akan terpenuhi sampai batas waktu yang diberikan hingga 2013 mendatang.

“Kita sudah melaksanakan (pembinaan) dan RSBI itu kita teruskan. Artinya, dengan kriteria atau ukuran RSBI itu akan tetap kita penuhi dan kita siap menuju ke SBI. Kalau tidak siap, dari dulu sudah dicabut (status RSBI),” tegasnya.

Agus menambahkan, SMPN 1 saat ini lebih unggul dibandingkan sekolah lainnya yang ada di Kotim. Proses belajar mengajar juga sebagian besar menggunakan tekhnologi seperti LCD atau tekhnologi lainnya. Meski belum 100 persen menggunakan tekhnologi, namun, standar tersebut dinilai sudah bagus mengingat statusnya masih rintisan.

Selain itu, lanjut Agus, tenaga pengajar yang ada saat ini sebagian besar masih dalam proses untuk S-2. Pihaknya akan mengupayakan agar tenaga pengajar bisa memenuhi standar SBI sebesar 20 persen S-2. Itu  diyakini bisa dicapai 2013 mendatang.

“RSBI di Kotim sudah melakukan sebagian besar syarat SBI dan itu kita lakukan secara bertahap. Yang penting komitmen kita untuk menuju sekolah berstandar nasional memang kuat dan dalam jangka waktu yang ditentukan bisa SBI. Pembinaan efektif dilakukan dan memang kita fokuskan, karena RSBI merupakan aset di Kotim, jadi kita jaga betul-betul itu,” katanya.

Lebih lanjut Agus mengatakan, komitmen Pemkab juga sangat kuat dalam mendorong agar SMPN 1 bisa mencapai standar SBI. Hal itu diwujudkan dengan alokasi anggaran untuk membantu sekolah tersebut agar bisa terus berbenah dalam statusnya sebagai RSBI. Namun, Agus enggan merinci besarnya anggaran tersebut. Selain anggaran dari Pemkab, RSBI di Kotim juga mendapat kucuran dana Rp 300 juta dari Kemendikbud.

“Sebenarnya kita tak terlalu mengharapkan bantuan (dari pusat). Bupati sendiri komitmen dan mengharapkan dalam waktu yang ditentukan bisa mencapai SBI. Bupati akan mengupayakan supaya maju,” tegasnya.

Seperti diberitakan, Lembaga Penjamin Mutu Pendidikan (LPMP) Kalteng menilai RSBI di Kalteng tak satupun yang memenuhi kriteria Permendikbud. Kalau dalam waktu dua tahun kriteria tersebut tidak dilengkapi, RSBI bisa batal dan subsidinya dicabut.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 78 tahun 2009, ada delapan kriteria yang harus dipenuhi sekolah-sekolah calon SBI, yakni, pendidikan kepala sekolah, tenaga pengajar, memiliki ISO 2008, fasilitas sarana dan prasarana pendukungnya.

Kemudian kepala sekolah RSBI harus berpendidikan minimal magister, telah mengikuti pendidikan kepala sekolah yang diselenggarakan LPMP, mahir berbahasa Inggris dan TOEFL minimal 400, serta dilakukan tes. Tenaga pengajarnya juga minimal lulusan magister linier atau sesuai pendidikan dengan yang diajarkan.

Kuota tenaga pengajar tingkat SD minimal 10 persen harus lulusan magister linier dari jumlah guru yang mengajar, tingkat SMP 20 persen, dan SMA minimal 30 persen. Para guru juga harus melewati tes seleksi. Artinya, bukan sekadar lulusan S2, namun sudah sesuai atau tidak dengan mata pelajaran yang diajarkan.

“Jika belum, ya tidak memenuhi kriteria. Saran saya, agar tenaga pengajarnya terpenuhi, hal yang paling logis adalah memindahkan guru-guru linier yang sudah magister, dan lakukan tes. Jadi bisa dipercepat. Saya melihat, banyak saja kok guru yang sudah magister di Kalteng, khususnya Palangka Raya,” kata Kepala LPMP Kalteng Krisnayadi Toendan, Senin (13/2). (ign)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ancaman Boikot Honorer Tak Ganggu UN


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler