jpnn.com, ROHUL - Polda Riau saat ini sedang menangani dugaan korupsi atau penyimpangan terkait pengadaan BBM di Rokan Hulu (Rohul).
Terkait hal itu, Sawali, fungsional pengadaan barang/jasa pertama Pemkab Rohul menyatakan, proses lelang yang terkait proyek tersebut sudah berdasarkan aturan yang berlaku.
BACA JUGA: Banjir Melanda Rohul, Siswa Terpaksa Dipulangkan dari Sekolah
Sawali menjelaskan, proses tender hanya terkait ongkos kirim. Sementara untuk pengadaan BBM tidak dilelang karena termasuk barang dikecualikan berdasarkan Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah atau Perlem Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Pengadaan Barang/Jasa yang Dikecualikan pada Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
"Karena harganya telah dipublikasikan secara umum oleh pemerintah. Jadi siapa pun yang beli harganya tetap sama. Yang kita tenderkan atau lelangkan itu ongkos kirim," kata Sawali saat dikonfirmasi wartawan, Senin (4/9).
BACA JUGA: Polres Rohul Bergerak Cepat Memadamkan Karhutla di Hutan Lindung Suligi
Selain Perlem Nomor 12 Tahun 2018, Sawali mengatakan, proses lelang terkait ongkos kirim BBM ini juga berdasarkan Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Dikatakan, setelah diumumkan di LPSE terdapat tiga perusahaan yang memasukan dokumen penawaran, yakni PT Esa Riau Berjaya, PT Andalas Borneo Internusa, dan PT Sulung Sejahtera.
BACA JUGA: Kadis Perkim Rohul Bantah Ada Penyimpangan dalam Pengadaan BBM
Namun, setelah dilakukan proses evaluasi administrasi, kualifikasi, teknis, dan harga PT Sulung Sejahtera dinyatakan gugur tidak memiliki pengalaman tiga tahun terakhir.
"Satu perusahaan gugur di evaluasi teknis. Tinggal dua perusahaan yang lulus evaluasi," katanya.
Setelah lulus proses evaluasi, PT Esa Riau Berjaya dan PT Andalas Borneo Internusa diundang untuk pembuktian kualifikasi. Kedua perusahaan itu pun dinyatakan lulus kualifikasi.
"Dalam tahap penetapan pemenang kedua perusahaan yang lulus sistem mengatur secara otomatis reverse auction atau penawaran harga berulang," katanya.
Panitia pengadaan kemudian memberikan waktu kepada kedua perusahaan untuk memasukan penawaran ulang. Setelah batas waktu yang ditentukan, PT Esa Riau Berjaya menjadi penawar terendah dengan nilai harga perkiraan sendiri (HPS) sebesar Rp 1,8 miliar.
"Maka PT Esa lah yang ditunjuk sebagai pemenang," katanya.
Dengan demikian, Sawali menekankan, proses lelang terkait ongkos kirim ini sudah sesuai dengan aturan dan ketentuan yang berlaku.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman Rokan Hulu (Perkim Rohul), Herry Islami membantah adanya penyimpangan atau korupsi dalam pengadaan BBM. Herry menyatakan, pengadaan BBM yang kini diusut Polda Riau telah melalui proses yang panjang sesuai aturan yang berlaku.
Herry telah dimintai keterangan tim penyidik Polda Riau terkait dugaan korupsi pengadaan BBM di Dinas Perkim Rohul pada pekan lalu.
"Saya bisa katakan dan sudah jelaskan dengan tim pemeriksa bahwa apa yang kami lakukan ini sudah melalui reviu inspektorat. Kegiatan ini sudah melalui proses yang panjang," kata Herry saat dikonfirmasi wartawan, Rabu (30/8/2023).
Dalam proses pemeriksaan itu, Herry mengaku menjelaskan secara gamblang mengenai proyek BBM tersebut.
Mulai dari proses penyusunan anggaran, penetapan anggaran, pelaksanaan lelang, penetapan pemenang lelang hingga terbitnya kontrak dan pelaksanaan pengadaan.
"Saya sebagai pengguna anggaran menerima hasil dari proses itu. Tentu saya terbitkan kontrak maka yang menandatangani kontrak itu adalah PPK (pejabat pembuat komitmen) dengan pihak ketiga. Itu kan jelas berdasarkan aturan. Pejabat semuanya bekerja mulai dari PA (pengguna anggaran), PPK, PPTK (pejabat pelaksana teknis kegiatan), bendahara, penerima barang, pengelola barang semua bekerja dengan batasan yang diberikan berdasarkan SK," katanya.
Tim Polda Riau sempat mempertanyakan alasan Herry menggunakan mekanisme penunjukan langsung untuk beberapa pekerjaan.
Dikatakan, mekanisme penunjukan langsung dilakukan lantaran pengadaan BBM merupakan salah satu pengadaan yang memang dikecualikan pada pengadaan barang dan jasa berdasarkan Peraturan LKPP Nomor 12 Tahun 2018.
"Menjadi pengecualian kenapa? Karena BBM tergantung list yang dikeluarkan oleh Pertamina. Kita kan tahu Pertamina pemegang tunggal pengadaan minyak di Indonesia. Mereka setiap per 15 hari mengeluarkan list. Maka di dalam kontrak kami itu yang dipegang hanya berdasarkan nilai kontrak. Jadi kalau harga naik berarti jumlah liternya terkurangi dengan sendirinya. Demikian sebaliknya, kalau harga turun berarti jumlah liternya bertambah. Jadi berdasarkan nilai kontrak yang ada. Itulah makanya termasuk kegiatan yang pengecualian," paparnya.
Herry menekankan hanya menjelaskan mengenai pengadaan BBM tahun anggaran 2020 dan 2021. Hal ini lantaran dirinya baru menjabat Kadis Perkim Rohul pada akhir 2019.
Sementara, pengadaan BBM tahun 2019 masih menjadi kewenangan kepala dinas sebelumnya, yakni Zulkarnain dan Suparno.
Dalam kesempatan ini, Herry mengaku keberatan dengan tindakan inspektorat Pemkab Rohul. Dipaparkan, persoalan ini mencuat dari laporan ke Polres Rohul yang menindaklanjutinya dengan menyurati bupati.
Berdasarkan surat itu, bupati mengeluarkan disposisi kepada inspektorat untuk melalukan audit khusus sesuai ketentuan dan aturan yang berlaku.
Dari disposisi itu, inspektorat seharusnya membentuk tim untuk melakukan audit khusus dengan surat tugas dari bupati.
"Karena surat permohonan ini disampaikan kepada bupati. Kalau surat permohonan itu ke bupati karena ini audit khusus, berarti bupati lah yang harus mengeluarkan surat tugas kepada tim yang akan melakukan audit khusus, tetapi ini tidak dilakukan. SK ditandatangani oleh kepala inspektorat sendiri. Secara aturan ini tentu menjadi keberatan bagi saya," katanya.
Selain itu, sebagai kepala dinas, Herry mengaku tidak pernah menerima surat tugas untuk melakukan audit khusus dari inspektorat. Herry juga tidak pernah dimintai keterangan oleh inspektorat.
"Seharusnya mereka kan meminta keterangan saya, sebagai kepala OPD," katanya.
Herry mengaku hanya menerima surat permintaan data dari inspektorat. Selain itu, katanya, audit khusus seharusnya menyeluruh termasuk mencantumkan secara jelas pihak yang bertanggung jawab.
"Saya juga keberatan pemeriksaan inspektorat itu karena tidak menyebut secara jelas pihak yang bertanggung jawab," katanya.
Dikatakan, inspektorat pernah memanggilnya untuk memintanya mengembalikan uang berdasarkan temuan.
Herry mengaku bingung uang yang harus dikembalikannya lantaran tidak tercantum pihak yang bertanggung jawab. Apalagi, katanya, pengadaan BBM yang diaudit dari tahun 2019 dengan kepala dinas sebelumnya.
"Dalam posisi ini saya berkeberatan. Kalau audit khusus, harusnya 2019 itu ada penanggung jawab lima orang mulai dari PA, KPA, PPK, PPTK, dan bendahara. Dengan demikian dari 2019 sampai dengan 2021 ada 15 orang yang tercantum sebagai penanggung jawab. Di saat inspektorat memanggil saya, mereka suruh kembalikan. Saya bingung," paparnya.
Apalagi, katanya, temuan inspektorat tidak berkaitan dengan tugasnya sebagai pengguna anggaran.
Terkait pajak yang tidak dibayarkan oleh pihak ketiga, misalnya, Herry mengatakan, hal itu seharusnya menjadi tanggung jawab pihak ketiga.
"Di dalam hasil audit khususnya yang mereka lakukan itu inspektorat menyuruh saya mengembalikan secara keseluruhan. Artinya di dalam berita acara itu tidak jelas siapa yang bertanggung jawab. Misalnya soal pajak itu, karena pajak tidak disetor katanya. Harusnya yang bertanggung jawab PT-nya, tetapi ini tidak dimuat di situ. Hanya kembalikan ini. Bahasa mereka tanggung renteng. Apakah bisa tanggung renteng di SK yang berbeda, di tahun yang berbeda? Apakah boleh? Di tiga tahun pelaksanaan yang berbeda, di SK pekerjaan berbeda, kemudian disuruh tanggung renteng untuk mengembalikan itu. Itu keberatan-keberatan saya," tuturnya. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif