jpnn.com - MAGELANG - Pemerintah Kabupaten dan Kota Magelang kini terlibat sengketa kepemilikan 13 desa. Mestinya, 13 desa di Kabupaten Magelang sudah menjadi milik Pemerintah Kota Magelang pada 1987.
Kala itu DPRD Kabupaten Daerah Tingkat (Dati) II Magelang menggelar rapat paripurna untuk melepaskan 13 desa agar masuk ke wilayah Kota Madya Magelang. Hasil paripurna itu dituangkan dalam surat keputusan DPRD Kabupaten Dati II Magelang Nomor 6 tahun 1987 tentang Persetujuan Prinsip Pelepasan Sebagian Wilayah Administrasi kepada Dati II Kota Madya Magelang.
BACA JUGA: Menabung Rp 2000 sejak Belia, Kini Jadi Calon Haji Termuda
Desa yang dilepas itu antara lain Girirejo, Ngasem, Banyuurip, Purwodadi dan Glagahombo di Kecamatan Tegalrejo. Sedangkan dari Kecamatan Bandongan ada Desa Sidorejo, Desa Trasan, Banyuwangi dan Desa Rejosari.
Ada pula desa di wilayah Kecamatan Mertoyudan yang dilepaskan ke Pemkot Magelang, yakni Bulurejo, Banjarnegoro dan Banyurojo. Sedangkan dari Kecamatan Secang adalah Desa Pancuranmas dan Jambewangi.
BACA JUGA: Hadeuh! Warga Garap Perayaan HUT RI, Pak Kades Malah Garap Istri Orang
Kabag Tata Pemerintahan Pemkot Magelang Catur Budi Fajar mengatakan, semestinya ke-13 desa di Kabupaten Magelang masuk kota jika berdasar pada keputusan DPRD kedua daerah pada 1987. Namun, hingga kini persoalan itu tak kunjung selesai.
“Setelah muncul Surat Mendagri, kemudian soal tapal batas menjadi masalah lagi. Sampai sekarang ini belum selesai,” katanya seperti diberitakan Radar Kedu (Jawa Pos Group).
BACA JUGA: Presiden Jokowi Bakal Pakai Ulos di Karnaval Danau Toba
Ia mengaku telah menjelaskan persoalan yang ada kepada Pemprov Jawa Tengah. Berbagai produk hukum di era itu juga sudah dipaparkan.
“Artinya tentang dokumen kami sudah komplet dari tahun 1997. Kalau masalah UU Nomor 17 Tahun 1950 adalah dasar pendirian daerah, bukan menyangkut batas-batas spesifik,” jelasnya.
Selain keputusan DPRD Kabupaten Magelang, pada 1987 juga muncul surat keputusan DPRD Kota Magelang Nomor 18 Tahun 1987 tentang Persetujuan Penerimaan Sebagian Wilayah Administrasi Dati II Kabupaten Magelang dalam rangka perubahan batas wilayah administrasi kabupaten dan Dati II Kota Madya Magelang.
Keputusan tersebut ditindaklanjuti Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dengan mengeluarkan Surat Nomor 135/1163/PUOD perihal Perluasan Wilayah Kota Madya Daerah Tingkat II Magelang. Namun, tiga desa antara lain Desa Mertoyudan, Bulurejo, dan Banyurojo yang awalnya hanya sebagian masuk wilayah Kota Magelang, di dalam surat tertulis utuh bergabung.
Sekda Kota Magelang Sugiharto mengatakan, banyak dokumen soal batas wilayah itu. Namun, sampai sekarang pemkot tetap merujuk pada Keputusan DPRD Kabupaten Dati II Magelang Nomor 6 Tahun 1987 tentang Persetujuan Prinsip, sebagian wilayah administrasi pada Dati II Kota Madya Magelang dalam rangka perubahan batas wilayah.
“Setelah turun Surat Mendagri ini, pihak Kabupaten Magelang minta agar kembali pada kesepakatan tahun 1987. Kami tidak minta secara utuh (tiga desa bergabung dengan Kota Magelang),” jelasnya.
Hingga pada tahun 1993 muncul Surat Bupati Magelang Nomor 090/1263/16/1993 tertanggal 30 Oktober 1993 kepada DPRD Kabupaten Magelang. Isinya, Pemkab Magelang tetap berpegang pada Keputusan DPRD Dati II Magelang Nomor 6 Tahun 1987 tertanggal 15 September 1987.
“Sampai saat ini keputusan DPRD Kabupaten Magelang, Keputusan DPRD Kota Magelang tahun 1987, dan Surat Bupati Magelang tahun 1993 itu tidak pernah dicabut,” katanya.
Selanjutnya, pada 2007 pernah diadakan kesepakatan antara pemkot dan Pemkab Magelang. Kesepatan Nomor 11 Tahun 2007 dan Nomor 01/perj/II/2007 tertanggal 23 Januari 2007 tentang Pelaksanaan Penegasan Batas Daerah antara Pemkot dan Pemkab Magelang.
Namun, kesepakatan kerja sama itu berlaku sampai Desember 2007 dan sampai sekarang tidak pernah diperpanjang. Setahun kemudian, pada 2008 muncul berita acara pelacakan batas daerah antara kabupaten dan Kota Magelang yang ditandatangani Sekda Kota Magelang dan Plt Sekda Kabupaten Magelang saat itu.
“Keluar Surat Nomor 135.3/540/III/2008 dan Nomor 35/941/B/01/2008 tertanggal 22 November 2008. Di dalam surat inilah yang mengatakan tentang batas wilayah timur, barat, dan utara sudah selesai, sementara sisi selatan belum (sepakat),” ungkapnya.
Sugiharto menjelaskan, khusus surat yang ditandatangani dua sekda tersebut memiliki dasar kesepakatan 2007 yang sudah kadaluwarsa. Dengan demikian, ia menilai putusan surat ini gugur. Karena dasarnya sudah habis masa berlaku sejak akhir 2007.(ady/hes/jpg/ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Banyak Koruptor Minta Remisi HUT RI tapi Hanya Segini yang Dikabulkan
Redaktur : Tim Redaksi