jpnn.com, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan uji formal tentang Undang-Undang Nomor 19 tahun 2019 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/1).
Sidang dipimpin Hakim MK Arief Hidayat yang dihadiri oleh pemohon dari Tim Advokasi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK).
BACA JUGA: Bang Neta Minta Jokowi Segera Terbitkan Aturan Turunan UU KPK yang Baru
Dalam persidangan, Arief mempertanyakan keberadaan bukti P4 dan P5 yang diajukan pemohon. Sebab, pemohon belum menyerahkan dua bukti tersebut.
"Jadi, apakah sekarang ada (bukti P4 dan P5)?" tanya Arief kepada kuasa hukum di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Rabu (8/1).
BACA JUGA: Laode Klaim Alexander dan Basaria Dukung Judicial Review UU KPK
Anggota Tim Advokasi UU KPK Muhammad Isnur segera merespons pertanyaan Arief. Menurut dia, dua bukti itu akan disampaikan dalam sidang berikutnya.
"Kami sedang mempersiapkan. Kami akan tambahkan karena ada temuan-temuan baru. Jadi, akan kami sampaikan sebelum sidang pleno," tutur Isnur.
BACA JUGA: Firli Bahuri Tertawa Saat Ditanya soal KPK akan Berada di Bawah Presiden
Setelah persidangan, Violla Reininda, Anggota Tim Advokasi UU KPK, menjelaskan soal ketiadaan bukti di persidangan.
Dia mengaku, pihaknya kesulitan mendapatkan dua bukti tersebut berupa risalah rapat Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan daftar hadir anggota DPR dalam sidang paripurna saat pengesahan UU KPK pada 17 September 2019.
Menurut Violla, pihaknya bukan tidak mencari dua bukti yang diinginkan di persidangan. Namun, pihak DPR terkesan tidak kooperatif memberikan bukti tersebut.
"Pertama kami agak kesulitan untuk mengakses alat bukti dan kedua alat bukti itu dianggap tidak bisa dipublikasikan di PPID (Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi) DPR," jelas Violla di Gedung MK, Jakarta Pusat, Rabu.(mg10/jpnn)
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan