jpnn.com - BAYAH – Sejumlah guru di Kecamatan Bayah, Banten, Bayah mengeluhkan adanya pungutan uang rapel yang diduga dilakukan oleh oknum pegawai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dinas pendidikan setempat.
Kabarnya, setiap guru yang menerima uang rapel yang dicairkan pada pekan lalu, dipungut partisipasi sebesar Rp 20 ribu. Oknum UPTD berdalih, uang pungutan untuk diberikan kepada petugas bank sebagai pengganti transportasi.
BACA JUGA: Maya Rumantir, Maju Pilgub Sulut Pakai Surat Keterangan Ijazah
Seorang guru di Kecamatan Bayah yang minta namanya dirahasiakan mengungkapkan, memang nilai pungutan tidak besar, tetapi yang menjadi persoalan penggunaan dari uang hasil pungutan dari sekitar 300 guru dinilai tidak jelas dan tidak bermanfaat.
Apalagi menurutnya, jika uang hasil pungutan itu diberikan kepada pegawai bank hanya untuk sekadar pengganti uang transportasi yang jelas-jelas tidak masuk akal.
BACA JUGA: Tilep Duit Retribusi, Mantan Tim Sukses Wali Kota Dibui
“Saya yakin ini (pungutan, Red.) hanya akal-akalan saja, karena tidak mungkin pegawai bank itu mau menerima uang hasil pungutan. Karena, mereka (pegawai bank, Red.) saya yakin bekerja profesional,” tegasnya dilansir Radar Banten (Grup JPNN.com), Jumat (14/8).
Karena itu, ia mendesak Dinas Pendidikan (Disdik) Kabupaten Lebak menindak dan memberi pembinaan kepada oknum pegawai UPTD yang berani memungut dana tak jelas dari para guru.
BACA JUGA: Istri Pengusaha: Syarat Bisnis Sukses, Suami Harus Nikah Banyak!
“Harus ada tindakan tegas dari Disdik Kabupaten, karena khawatir hal semacam ini menjadi kebiasaan,” ujarnya.
Saat dihubungi, Kepala UPT Dinas Pendidikan Kecamatan Bayah Atang Supardi membantah adanya pungutan partisipasi dari uang rapel para guru di lingkungannya. Namun, Atang enggan menjelaskan lebih terperinci nilai uang rapel serta berapa guru yang menerima dana tersebut.
“Tidak benar itu, pihak UPTD tidak pernah memungut dana partisipasi uang rapel dari para guru,” kilahnya.
Terpisah, pengamat pendidikan Baksel Mat Matin mengungkapkan bahwa praktik pungutan dengan dalih dana partisipasi di lingkungan pendidikan khususnya di wilayah Baksel kerap terjadi.
Ia menuding, biasanya setiap guru yang menerima uang baik itu berupa rapel, sertifikasi, gaji ke-13, honor guru daerah terpencil (gurdacil), dan sebagainya kerap dimintai pungutan.
“Biasanya, pungutan itu dalihnya sebagai bentuk partisipasi yang didasari atau kesepakatan. Padahal, di belakang para guru merasa keberatan karena terlalu sering dana yang mereka terima terus diakali,” bebernya seraya mendesak dinas terkait menindak oknum yang melakukan pungutan kepada para guru.(RB/duy/sr/ags/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Saya Tinggal Pilih Perempuan-Perempuan Itu, Istri yang Melamarkan
Redaktur : Tim Redaksi