jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua telah memberi manfaat luar biasa bagi masyarakat di Bumi Cenderawasih.
Kebijakan Otsus Papua yang dilaksanakan sesuai UU Nomor 21 tahun 2001 ini dari sisi anggaran sudah mencapai Rp126 triliun.
BACA JUGA: Oknum Personel Brimob Terlibat Jual Beli Senjata Serbu di Papua, Alamak!
Wakil Bupati Asmat Thomas Eppe Safanpo menjelaskan, banyak mahasiswa Papua mendapatkan beasiswa belajar dari dana Otsus.
Kemudian pemuda Papua yang berhasil masuk dinas kepolisian juga tentara, dari sisi biaya pendidikan itu dari dana otsus.
BACA JUGA: Bamsoet: Revisi UU Otsus Harus Meningkatkan Kesejahteraan Warga Papua dan Papua Barat
Bahkan, berbagai lembaga adat, lembaga keagamaan di Papua sejatinya pun menikmati dana Otsus. Sehingga, jika ada penolakan dari penerima dana otsus jelas tidak fair dan salah.
Sayangnya, berbagai kelebihan itu, tidak disosialisasikan dengan baik oleh pemerintah provinsi.
BACA JUGA: Nikita Mirzani Blak-blakan Sudah Tiga Bulan Tidak Begituan
“Saya minta Pemprov Papua dan Papua Barat membuka data. Terkait tolak otsus, pemerintah daerah seolah-olah diam, membuat situasi seolah memaksa pemerintah pusat berhadapan langsung dengan masyarakat Papua,” tegas Thomas Eppe, dalam diskusi webinar, Otonomi Khusus Papua Untuk Siapa?, Kamis (22/10).
Dia menambahkan, Pemprov Papua dan Papua Barat harusnya membuka data ke publik apa yang telah dilakukan otsus di Papua.
Dari 2002 sampai 2020, harus dibuka data-data ke publik di Papua maupun nasional apa saja pencapaian Otsus.
Pemprov Papua selaku perwakilan pemerintah pusat, harus berani membuka data-data itu supaya tidak terkesan menggiring rakyat Papua melawan pemerintah pusat.
Hal itu perlu dilakukan, supaya rakyat Papua tidak termakan dengan agitasi-agitasi politik kelompok kontra pemerintah tolak otsus.
Agitasi-agitasi politik hanya bisa dilawan dengan data dan informasi yang benar yang bisa diakses oleh publik secara memadai.
“Banyak sekali dampak Otsus positif selama 18 tahun, misalnya banyak mahasiswa yang dibiayai dari Otsus. Banyak polisi dan tentara orang asli Papua yang direkrut jadi aparat, biaya perekrutan dan pelatihannya dibiayai oleh Otsus, ini tidak pernah dibuka ke publik,” tandasnya.
Menurut Thomas, pemerintah provinsi kurang lihai dalam menggunakan instrumen sosialisasi, seperti media sosial.
Sehingga berbagai manfaat Otsus tak tersampaikan. Padahal, dana Otsus sudah dirasakan hingga desa-desa, distrik, dan masyarakat juga menyambut positif.
Misal ada program bahwa keluarga yang memiliki anak usia di bawah 4 tahun, mendapat anggaran tiap bulan dan dibayarkan dua kali dalam setahun.
Jika kebijakan ini bisa diperluas ke semua kabupaten kota, akan membawa dampak signifikan dan jadi bukti Otsus berdampak luar biasa.
“Bagian ini seharusnya disosialisasikan. Agar mereka yang menolak Otsus ini sadar, tidak terkena agitasi politik, seolah olah otsus gagal padahal tidak demikian banyak manfaatnya,” tegasnya.
Billy Mambrasar, Staf Khusus Milenial Presiden Jokowi, mengajak masyarakat Papua, juga generasi muda tidak mudah terbawa hoaks, agitasi politik dari kelompok tertentu tanpa melihat utuh manfaat dari Otsus. Agitasi kelompok tolak otsus, perlu dilawan dengan berita positif Papua.
“Saya menerima dari beasiswa otsus, tanpa otsus tidak sekolah. Saya mengajak, penerima manfaat menceritakan ke publik, agar menjadi berita baik. Anak muda Papua jangan mudah terbawa hoaks, suarakan kebenaran, menjadi manusia independen membangun kesejahteraan Papua,” tutupnya. (esy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad