jpnn.com - SAMARINDA - Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur menyetop sementara pengiriman sapi dari Pulau Jawa.
Hal ini dilakukan setelah adanya temuan lumpy skin disease (LSD) yang terjadi pada hewan ternak di sejumlah wilayah Indonesia, di antaranya di Jawa Timur.
BACA JUGA: Buka Puasa di Harper Hotel, Ada Menu Spesial, Daging Sapi Ala Texas
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kaltim Fahmi Himawan menjelaskan penyakit LSD menyerang hewan ternak seperti sapi, kerbau, dan beberapa jenis hewan ruminansia liar lainnya.
LSD disinyalir lebih berbahaya dari penyakit mulut dan kuku (PMK), seperti yang terjadi pada hewan ternak di Indonesia.
BACA JUGA: Mentan Syahrul Dorong Integrasi Sawit Sapi di Kalimantan Selatan
"Untuk sementara kami tidak mengizinkan sapi dari Jawa masuk ke Kaltim karena ada penyakit lain yang sebenarnya jauh lebih berbahaya dari PMK, yaitu penyakit LSD," kata di Samarinda, Jumat (31/3).
Menurut Fahmi, PMK yang menimbulkan kerugian secara ekonomi, tetapi daging hewan ternak tetap bisa dikonsumsi.
BACA JUGA: Hewan Ternak di Jateng Terkena Penyakit LSD, Ganjar Pranowo Beri Peringatan Begini
“Jadi, dia tidak zonasis,” tegasnya.
Sementara, LSD tidak hanya menyebabkan kematian pada hewan ternak.
Namun, daging hewan ternak yang terinfeksi virus tersebut memang tidak layak untuk dimakan.
Menurut Fahmi, secara visual ternak yang sudah mengidap LSD wujud dagingnya seperti bentol-bentol, sehingga menimbulkan perasaan tidak nyaman untuk memakan dagingnya.
"LSD ini sudah masuk ke Sumatra dan Jawa termasuk Jatim, karena itu sementara ini tidak izinkan sapi dari Jawa masuk ke Kaltim," ujarnya.
Fahmi mengatakan pihaknya telah memiliki surat Nomor Kontrol Veteriner (NKV) untuk mengontrol daging produk hasil ternak ASUH (Aman, Sehat, Utuh, dan Halal).
Selain dari Pulau Jawa, kata Fahmi, untuk memenuhi pasokan daging, Kaltim mendatangkan sapi dari Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Sulawesi. "Sapi dari NTB biasa untuk sapi bibit, sedangkan sapi dari NTT dan Sulawesi untuk kebutuhan sapi potong," jelasnya.
Menurut Fahmi, sejak adanya temuan kasus PMK, pihaknya cukup berhati-hati mendatangkan sapi dari wilayah luar Kaltim mengingat di daerah itu belum bisa mewujudkan swasembada daging.
“Kami sangat butuh yang namanya daging, baik itu daging merah dari sapi, kerbau, kambing, dan sebagainya, maupun daging putih dari unggas beserta telur, namun, kami harus tetap proteksi agar daging atau telur yang masuk itu benar-benar aman untuk dikonsumsi masyarakat," terang Fahmi.
Dia mengatakan kebijakan ini dilakukan dalam rangka memastikan rasa aman kepada masyarakat khususnya menyambut Ramadan dan Hari Raya Idulfitri yang biasanya kebutuhan daging konsumsi mengalami peningkatan. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Kusdharmadi