Pemuda Katolik Jabar Mendukung Pemenuhan Hak Masyarakat Adat

Sabtu, 01 Agustus 2020 – 02:53 WIB
Tampak para pembicara dan peserta Webimar Pemuda Katolik Komda Jawa Barat dengan tema Hak Masyarakat Adat dan Peran DPD RI Dalam Konteks Persoalan di Daerah. Foto: Tangkapan layar Pemuda Katolik Jabar

jpnn.com, BANDUNG - Pemuda Katolik Komisariat Daerah (Komda) Jawa Barat menggelar Webinar dengan tema “Hak Masyarakat Adat dan Peran DPD RI Dalam Konteks Persoalan di Daerah”.

Seminar ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas kader Pemuda Katolik terkait pemahaman perlindungan hak masyarakat adat yang bersifat komunal dan peran senator berkaitan dengan perlindungan masyarakat Adat sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.

BACA JUGA: Presiden Bagikan SK Perhutanan Sosial dan Hutan Adat untuk Masyarakat Riau

Adapun narasumber yang hadir dalam Webinar ini adalah Anggota DPD RI Provinsi Jawa Barat Dr. Ir. Hj. Eni Sumarni, Dekan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Dr. iur. Liona Nanang Supriatna, Tokoh Masyarakat Sunda Wiwitan Okky Satrio Djati, dan Wakil Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Abdon Nababan.

Webinar ini dibuka langsung oleh Ketua Pemuda Katolik Komda Jawa Barat, Edi Silaban. Ia menekankan kembali bahwa Pemuda Katolik sebagai Organisasi Kader.

BACA JUGA: Hadiri Acara Mapenta Pemuda Katolik Jabar, Wali Kota Ajay: Kota Cimahi Miniatur Indonesia

“Webinar ini sangat bagus untuk pengetahuan dan penguatan kader dalam aspek Budaya dan Masyarakat adat khususnya di Jawa Barat,” kata Edi, kemarin.

“Pemuda Katolik bersikap mendukung hak-hak masyarakat adat untuk tetap hidup di bumi Indonesia.”

BACA JUGA: PSBB Transisi Diperpanjang, Fahira Idris: Terus Tingkatkan Kapasitas Tes Covid-19

Kegiatan yang di pandu oleh Bendahara Komda Jabar, Boris Silvanus memaparkan bahwa pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat erat kaitannya dengan komunitas adat yang ada di seantero wilayah Nusantara.

Komunitas tersebut telah melahirkan Masyarakat Hukum Adat dengan hak yang dimilikinya. Keberadaan masyarakat hukum adat telah ada jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia terbentuk dan secara faktual telah mendapat pengakuan pada era pemerintah kolonial Belanda.

Dengan 1.072 kelompok etnik, termasuk 11 kelompok etnik dengan jumlah melebihi satu juta orang, indonesia termasuk salah satu bangsa yang memiliki budaya paling beragam.

Negara sejatinya mengakui dan menghormati status masyarakat adat, hal ini pun termaktub dalam Undang Undang Dasar 1945 Pasal 18 B ay at (2), Pasal 18B ayat (3), Pasal 28I ayat (3), serta pasal 32 ayat (1) dan 92) UUD 1945, serta beberapa hukum privat yang menyinggung tentang masyarakat hukum adat.

Namun pada realisasinya, masyarakat hukum adat selama ini belum diakui dan dilindungi secara optimal dalam melaksanakan hak pengelolaan yang bersifat komunal, baik hak atas budaya, tanah, wilayah dan sumber daya alam yang diperoleh secara turun temurun ataupun yang diperoleh melalui mekanisme lain yang sah menurut hukum adat setempat.

Belum optimalnya pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat yang bersifat komunal ini mengakibatkan munculnya beberapa konflik antara masyarakat adat dengan masyarakat lainnya sehingga menimbulkan ancaman stabilitas keamanan nasional.

Anggota DPD RI Provinsi Jawa Barat Eni Sumarni mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ambil bagian dan mendukung akan terbentuknya UU Masyarakat Adat, guna jaminan kerberlangsungan hidup Masyarakat Adat untuk tetap lestari sebagai kekayaan Bangsa Indonesia.

“DPD RI hadir untuk terus memediasi antara pemerintah dan pihak-pihak yang merasa dirugikan. Semoga kedepan, DPD RI mendapat masukan dan dukungan masyarakat untuk lahirnya UU perlindungan terhadap masyarakat adat dalam pengelolaan aset-aset adat” kata Eni.

Dekan Hukum Universitas Katolik Parahyangan, Dr. Liona Nanang Supriatna yang merupakan kelahiran Cigugur Kuningan ini memaparkan detail keberadaan Masyarakat Adat dimata Hukum dan Pemerintahan, akan hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang harus dijamin dan dilindungi keberadaannya.

Hak masyarakat ada dalam perspektif Hukum Hak Asasi Manusia, lanjut Liona, kearifan lokal sangat luar biasa dimana budaya mampu menjaga harmonitas hubungan manusia-manusia, manusia-alam, dan manusia-Sang Hyang Widhi Wasa

Lebih lanjut, dia memaparkan perspektif tersebut berlandaskan Pancasila, UUD NRI 1945 dan UU No. 39 tahun 1999 Tentang HAM. Pandangannya, Sunda Wiwitan sebagai masyarakat mampu mempertahankan nilai-nilai budaya milik leluhur orang Indonesia sejak tahun 1885.

“Dalam rangka penegakan HAM pada UU pada pasal 6 ayat 1, jangan sampai masyarakat apalagi pemerintah justru tidak mendukung tentang penegakan HAM tadi. Justru pemerintah jangan sampai aktor intelektual, tapi sebagai organ negara harus melindungi seluruh masyarakat seperti yang diatur dalam UUD 1945,” kata Liona.

Tokoh Masyarakat Sunda Wiwitan, Okky Satrio menanggapi kasus yang pada Senin, 20 Juli 2020 telah terjadi penyegelan paksa sebuah makam masyarakat Adat Karuhun Urang (AKUR) Sunda Wiwitan yang terjadi di Kuningan, Jawa Barat.

“Masalah yang terjadi saat ini, seolah Pemerintah mau menghilangkan satu Masyarakat adat di Negeri ini, Sunda Wiwitan yang ada di Cigugur Kuningan. Isu ini digiring ke arah masalah warga dan relasi, padahal tidak seperti itu,” tegas Okky.

Ia menilai adanya campur tangan korporasi dalam kasus yang muncul di Curug Goong. Selain itu, ia juga menguak adanya pertambangan yang masuk ke wilayah Ciremai.”Apa yang kami jaga di Cigugur tidak hanya persoalan tanah tapi juga ada toleransi yang sudah ratusan tahun terjaga” tambahnya.

Tidak ketinggalan, Wakil Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara Ir. Abdon Nababan, sangat konsen memperjuangkan penegakan dan pengakuan keberadaan Masyarakat Adat, yaitu dengan menerima Budaya, Agama/Aliran Kepercayaannya, cara hidup dan cara bersosialisasinya.

Abdon menilai konstitusi Indonesia adalah yang terbaik dari sisi hak masyarakat adat karena menyebut keberadaan persatuan hukum masyarakat adat yang sudah ada sejak 1945 maka Indonesia harus memiliki undang-undang yang mengatur hak konstitusional yang berkaitan dengan masyarakat adat.

“Karena kalau Indonesia sangat bangga dengan”Bhineka Tunggal Ika dan Pancasila-nya” maka ada Masyarakat Adat disana” ucap Abdon.

Tercatat dalam webinar, peserta yang terdaftar mencapai 93 orang dan ditutup dengan berfoto Salam Pancasila secara virtual sebagai bentuk komitmen bersama menjaga NKRI.(fri/jpnn)


Redaktur & Reporter : Friederich

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler