PENA 98: Jangan Serahkan Indonesia ke Tangan Orang Berlumuran Darah

Kamis, 14 Maret 2019 – 18:13 WIB
Seorang bocah membawa Bendera Merah Putih di Sungai Kalianyar, Solo, Kamis, 17 Agustus 2017. Ilustrasi Foto: Arief Budiman/Radar Solo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Persatuan Nasional Aktivis 1998 (PENA 98) DKI Jakarta menilai pemimpin Indonesia harus bersih dari catatan kelam pelanggaran hak asasi manusia dan dosa–dosa masa lalu. Karena itu PENA 98 dengan tegas menolak calon presiden pelanggar HAM.

"Kami menolak karena keterkaitan bahkan keterlibatan capres dalam kasus-kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu akan menjadi contoh buruk, bahkan ancaman bagi masa depan demokrasi, negara dan rakyat Indonesia," ujar Presidium Nasional PENA 98 DKI Jakarta Fendy Mugni, di Jakarta, Kamis (14/3).

BACA JUGA: Agum Gumelar Dinilai Sedang Tunjukkan Mosi Tidak Percaya ke KPU

Fendy menegaskan, pihaknya mengeluarkan pernyataan sikap karena tak ingin generasi penerus bangsa ke depan mengalami peristiwa-peristiwa berdarah, penculikan, intimidasi, teror dan penindasan serta pelanggaran-pelanggaran HAM lain yang terjadi di masa lalu.

BACA JUGA: Arief Poyuono: Ingat Jenderal, Siapa Menabur Dia akan Menuai

BACA JUGA: Arief Poyuono: Ingat Jenderal, Siapa Menabur Dia akan Menuai

"Kami tidak sudi, bangsa ini mengotori sejarahnya dengan membenarkan pelanggar HAM terbebas dari hukuman dan bahkan dibiarkan menjadi pemimpin di negeri ini," ucapnya.

PENA 98 juga menyatakan tidak mau masa depan bangsa Indonesia diserahkan ke tangan orang yang berlumuran darah saudaranya sendiri.

BACA JUGA: Kerap Curhat Lewat Facebook, Siswi SMP tak Pulang 3 hari

"Kami ingin anak-anak kami, generasi muda saat ini bisa mewarisi negeri yang mampu memberikan keadilan, menegakkan hak asasi manusia dan terbebas dari mimpi buruk masa lalu," katanya.

Dalam pernyataan sikap PENA 98 juga menyatakan menolak capres tuan tanah. Alasannya, pemimpin Indonesia bukan dari segelintir orang yang menguasai lahan untuk kepentingan sendiri di tengah kemiskinan jutaan orang lainnya.

"Tuan-tuan tanah, yang mengkooptasi lahan negara dan menguasainya untuk kepentingan pribadi tidak layak menjadi capres di negeri ini. Kami yakin, ketika seorang tuan tanah dibiarkan menjadi pemimpin di Indonesia,maka ketamakan dan kehausannya akan harta dan kekuasaan akan semakin merajalela," katanya.

Lebih lanjut Fendy juga mengatakan kontestasi politik pada pilpres kali ini sejatinya pertarungan politik masa lalu dan masa kini. Masa lalu menampilkan orang yang terkait erat dengan keluarga pemimpin di masa Orde Baru.

BACA JUGA: Anak Buah Prabowo: Keluarga Korban Penculikan Seharusnya Tolak Jokowi

Sementara masa kini adalah generasi milenial yang anti terhadap korupsi dan kolusi, generasi yang anti menghalalkan segala cara demi kekuasaan.

"PENA 98 DKI Jakarta bersepakat tetap mendukung calon presiden dan wakil presiden yang bukan bagian dari masa lalu, bukan pelanggar HAM dan tidak bagian dari Keluarga Cendana. Calon yang kami usung mempunyai komitmen terhadap cita-cita perjuangan kami dalam agenda reformasi 98. Yaitu Joko Widodo-Ma'ruf Amin," pungkas Fendy. (gir/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Terduga Pelaku Penculikan di Tambun Masih Kelas 3 SMP


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler