Penahanan Pemuda NTB yang Menghina Palestina Melalui TikTok Ditangguhkan Polisi

Kamis, 20 Mei 2021 – 19:30 WIB
Kabid Humas Polda NTB Kombes Pol Artanto (kiri) bersama Kanit I Subdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda NTB AKP Priyo Suhartono (kanan) mendampingi tersangka pelanggaran UU ITE berinisial UC, saat menyampaikan permintaan maaf terkait konten video yang diduga bermuatan penghinaan terhadap Palestina dalam konferensi pers, di Mapolda NTB, Selasa (18/5/2021). (ANTARA/Dhimas B.P.)

jpnn.com, JAKARTA - Polri memutuskan untuk menangguhkan penahanan pemuda bernama Hilmiadi alias Ucok (23), tersangka kasus penghinaan terhadap Palestina melalui TikTok.

Kabagpenum Divhumas Polri Kombes Ahmad Ramadhan mengatakan, Hilmiadi sempat ditahan di Polda Nusa Tenggara Barat. Namun, pada Rabu (19/5) dilakukan penangguhan penahanan.

BACA JUGA: Kiai Maman: Hentikan Kejahatan Kemanusiaan di Palestina, Yaman hingga Poso

“Jadi, yang bersangkutan ditangkap pada 15 Mei 2021 di Mataram karena membuat konten di medsos bernada penghinaan terhadap salah satu negara (Palestina),” ujar Ahmad Ramadhan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (20/5).

Menurut Ahmad, pelaku sengaja membuat konten TikTok itu karena iseng. Warga sekitar pun kesal dan mengamankan Hilmiadi karena kontennya viral.

BACA JUGA: Rangga Pemerkosa Anak di Bekasi Sungguh Tega, Begini Pengakuanya kepada Polisi

“Dia diamankan oleh warga sekitar rumahnya pada pukul 18.30 waktu setempat,” ujar Ahmad.

Mengetahui peristiwa tersebut, Unit Reskrim Polsek Gerung langsung mendatangi rumah pelaku.

BACA JUGA: Nazaruddin Cs Dituntut Hukuman Mati

“Lalu dilakukan mediasi yang dihadiri oleh kepala lingkungan dan masyarakat sekitar," kata Ahmad.

Namun, saat itu tidak ditemui titik terang dan warga tetap marah. Atas hal itu, petugas langsung membawa pelaku ke Polda NTB.

“Besok harinya 16 Mei, HM alias UC dilakukan penahanan dan ditangguhkan pada Rabu 19 Mei 2021,” ucap Ahmad.

Atas perbuatannya, Hilmiadi dijadikan tersangka dan dikenakan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 5 ayat (2) UU ITE dengan ancaman hukuman paling lama enam tahun penjara.

“Selanjutnya hari ini penyidik melakukan gelar perkara untuk mencoba menerapkan restorative justice dengan pertimbangan adanya permintaan maaf pelaku dan ketidakpahaman pelaku terhadap permasalahan yang terjadi,” pungkas Ahmad. (cuy/jpnn)

Jangan Sampai Ketinggalan Video Pilihan Redaksi ini:


Redaktur & Reporter : Elfany Kurniawan

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler